Dua Ratus Tentara Robohkan Satu Rumah Warga di Atas Lahan Sengketa

Satu unit rumah warga di Jalan Santosa, Kelurahan Sukodadi, Kecamatan Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan, dirobohkan oleh aparat personel TNI Angkatan Udara.
Sumber :
  • VIVA/Sadam Maulana

VIVA – Satu unit rumah warga di Jalan Santosa, Kelurahan Sukodadi, Kecamatan Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan, dirobohkan oleh aparat personel TNI Angkatan Udara.

PT BMI Ajukan PK Kasus Sengketa Lahan ke MA, Minta Eksekusi Ditunda

Rumah itu terpaksa dihancurkan oleh TNI Angkatan Udara Pangkalan Udara Sri Mulyono Herlambang Palembang itu karena berdiri di atas lahan sengketa.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, ratusan personel TNI AU berseragam lengkap mendatangi lokasi kejadian dengan dua truk, satu mobil, dan ratusan sepeda motor. Mereka juga membawa peralatan berupa linggis dan palu bogem untuk merobohkan rumah milik Rubahudin.

Universitas Muhammadiyah Berau Gugat Perusahaan Tambang Terkait Penyerobotan Lahan

Para pekerja di rumah setengah jadi yang tengah dibangun sejak dua bulan itu tidak dibolehkan lagi melanjutkan pekerjaannya. Sebab lahan itu masih disengketakan antara TNI AU dengan warga dan harus dipertahankan status quo-nya.

"Saya dapat laporan dari warga dan pekerja rumah. Ada sekitar dua ratus tentara datang untuk merobohkan rumah itu," ungkap Ketua RT 32, Mustakim.

PN Jaksel Gelar Sidang Sengketa Lahan di Tempat

Saat tiba di lokasi, Mustakim mengaku memang melihat beberapa personel TNI AU sudah menghancurkan genting, tembok, dan bagian rumah lainnya menggunakan linggis dan palu bogem. Beberapa di antaranya juga memasang sling besi di tembok dan kolom rumah yang diikat pada dua unit truk untuk ditarik hingga roboh.

Mustakim sempat mencoba mencegah perobohan rumah tetapi akhirnya tidak bisa berbuat banyak. Dia pun protes kepada pada personel TNI AU. Warga, katanya, sudah bermukim di kawasan itu sejak 60 tahun lalu, sehingga memiliki hak untuk tinggal di kawasan itu. Pemilik pertama lahan yang kini dibangun rumah oleh Rubahudin sudah tinggal sejak 1949.

"Pemilik pertama lahan ini Pak Loso, dijual hingga kini dimiliki Rubahudin. Memang untuk tanah Pak Rubahudin ini belum ada sertifikat, tapi ada akta camat," katanya.

Menurut Mustakim, tidak hanya rumah Rubahudin saja yang bersengkata, namun sebanyak 20.000 kepala keluarga di 35 RT kawasan itu bersengketa dengan TNI AU. Sebanyak 1.834 memiliki surat tanah, separuh di antaranya diklaim memiliki sertifikat tanah. Sementara separuh lain cuma mengantongi bukti kepemilikan berupa akta camat.

Intimidasi

Saat proses pembongkaran, warga dilarang mendekat ke lokasi. Menurut Mustakim, ada intimidasi dari personel TNI AU untuk tidak mendokumentasikan perobohan rumah itu.

"Warga tidak boleh foto dan merekam video. Kami ditodong oleh dua puluhan TNI AU yang pegang senjata laras panjang. Ada ponsel warga yang disita karena merekam kejadian. 'Jangan merekam', katanya, 'nanti takut viral'," ujarnya.

Kepala Penerangan Lanud Sri Mulyono Herlambang, Lettu Semadi, menjelaskan bahwa rumah yang dibangun itu memang berada di atas tanah yang ber-status quo sejak 2011.

Kepala Penerangan Lanud Sri Mulyono Herlambang, Lettu Semadi.

"Itu lahan masih sengketa, baik Lanud maupun warga tidak boleh mendirikan bangunan baru. Sudah kami peringatkan secara lisan dan tertulis sejak Juli 2018, namun tidak digubris. Makanya kami berikan tindakan tegas penertiban karena itu aset negara," kata Semadi pada Kamis, 6 September 2018.

Selama proses penertiban itu, katanya, tidak terjadi bentrok dengan warga sekitar. TNI pun tidak meratakan bangunan melainkan hanya merobohkan sebagian. Tindakan itu sebagai peringatan agar masyarakat tidak lagi mendirikan bangunan selama statusnya masih sengketa.

"Lokasinya kurang lebih satu kilometer dari Pangkalan Udara. Jelas itu juga berbahaya dan tidak diperbolehkan adanya pemukiman di radius tersebut," ujarnya.

TNI tidak melarang warga untuk tinggal dan mendirikan bangunan rumah selama dokumen-dokumennya lengkap dan tanah tidak lagi menjadi sengketa. Namun selama masih status quo, warga dilarang mendirikan bangunan baru. "Kalau tidak, akan kami tertibkan. Untuk bangunan lama, warga masih diperbolehkan tinggal di sana," kata Semadi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya