MA Izinkan Eks Koruptor Nyaleg, Bola Pilihan Kini Ada di Masyarakat

Ilustrasi hak pilih perempuan dalam pemilu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

VIVA – Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Peraturan KPU mengenai larangan eks terpidana kasus korupsi maju menjadi calon anggota legislatif direspons berbagai pihak. Pengamat hukum pidana Abdul Fickar menilai putusan MA lebih berpihak pada aturan yang bersifat prosedural.

Tolak Ada Napi Koruptor Jadi Bacaleg, Ketua DPW Perindo DIY Pilih Mundur

"Tak salah memang, tetapi jelas kita semakin menjauhkan diri dari hukum yang progresif," kata Abdul Fickar dalam keterangannya diterima VIVA, Sabtu, 15 September 2018.

Fickar menjelaskan, dalam perspektif filosofi, putusan MA atas PKPU ini telah membenturkan asas kepastian hukum dengan asas keadilan dan kemanfaatan. Putusan MA dengan komposisi majelis hakim yang sekarang ada, lebih berpihak pada prosedur ketimbang rasa keadilan substantif yang hidup dalam masyarakat.

Eks Koruptor Boleh Nyaleg, KPU Diminta Dorong Revisi UU Pemilu

"Dengan tanpa maksud mengkultuskan seseorang, saya yakin jika Hakim Agung Artidjo Alkostar belum pensiun dan ditunjuk sebagai ketua majelis menangani kasus ini dengan segala pengaruhnya pasti akan memutus dan berpihak kepada rasa keadilan," jelas Fickar.

Menurut Fickar, putusan seharusnya memperkuat PKPU yang tak memberikan kesempatan pada pihak pihak yang telah merusak kepercayaan publik kepada demokrasi.

Bantah Pailit, Bos Garuda Tanggapi Isu Penyesuaian Jumlah Karyawan

"Nasi sudah jadi bubur, bola kini ada di tangan masyarakat pemilih. Berapa persentase pemihakan pada caleg-caleg mantan koruptor nanti pada pengumuman hasil pemilu legislatif," katanya.

Sebelumnya, MA melalui putusan uji materi Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 menyatakan mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Uji materi terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak untuk menjadi bakal calon anggota legislatif dalam Pemilu 2019 sudah diputus MA pada Kamis,13 September 2018.

Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa ketentuan yang digugat oleh para pemohon bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya