- ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah
VIVA – Dalam sebuah diskusi bertajuk "Menata Mitigasi Bencana Lewat Sulteng”, inisiator Koalisi Sulteng Bersatu, Chalid Muhammad, menyayangkan belum adanya sistem pendidikan berjenjang soal kebencanaan di Indonesia, tentang bagaimana hidup di negara yang potensi bencananya tinggi.
Hal itu, menurutnya, sangat penting, agar masyarakat makin sadar potensi bencana, paham mengantisipasi, dan menyikapinya, hingga akhirnya bisa bersahabat dengan bencana dan tidak panik dalam menghadapinya.
"Peranan negara adalah pada sistem pendidikan ini. Bagaimana kita membangun sistem yang membuat masyarakat bisa tahu cara penanganan bencana. Jadi, kalau gempa itu mereka harus apa, bukan malah lari," kata Chalid di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 13 Oktober 2018.
Setelah pemerintah membuat sistem pendidikan mengenai kebencanaan itu, lanjut Chalid, hal selanjutnya adalah membuat pola pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan dari program-program terkait pendidikan kebencanaan tersebut.
"Karena, enggak bisa kalau baru ada pendidikan dalam enam bulan atau setahun sekali. Itu harus berkelanjutan," ujarnya.
Chalid menyayangkan, nyatanya para aparatur negara pun sepertinya abai mengenai pengetahuan dan pemahaman soal kebencaan tersebut.
Sebab, dengan tingginya potensi bencana di seluruh wilayah Nusantara, mestinya seluruh aparatur negara harus paham bagaimana menjalankan pekerjaan kenegaraan di tengah kondisi bencana atau ketika menghadapi kondisi bencana.
"Ini adalah pekerjaan rumah yang sangat berat untuk para pemerintah, baik Pemda maupun Pusat, dalam melakukan hal ini. Karena, kalau wilayah kita 83 persen rawan bencana, tetapi 90 persen rakyatnya tidak siap hadapi bencana, ini bahaya," ujarnya. (asp)