Pemerintah Didorong Buat Sistem Pendidikan Kebencanaan

Abdullah (64), salah satu korban selamat dari bencana alam gempa dan pencairan tanah (likuifaksi) duduk disekitar puing rumahnya yang hancur dan tertimbun lumpur di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

VIVA – Dalam sebuah diskusi bertajuk "Menata Mitigasi Bencana Lewat Sulteng”, inisiator Koalisi Sulteng Bersatu, Chalid Muhammad, menyayangkan belum adanya sistem pendidikan berjenjang soal kebencanaan di Indonesia, tentang bagaimana hidup di negara yang potensi bencananya tinggi.

Kebut Pembangunan Pasca Gempa-Tsunami di Sulteng, Lebih 5 Ribu Huntap Disiapkan

Hal itu, menurutnya, sangat penting, agar masyarakat makin sadar potensi bencana, paham mengantisipasi, dan menyikapinya, hingga akhirnya bisa bersahabat dengan bencana dan tidak panik dalam menghadapinya.

"Peranan negara adalah pada sistem pendidikan ini. Bagaimana kita membangun sistem yang membuat masyarakat bisa tahu cara penanganan bencana. Jadi, kalau gempa itu mereka harus apa, bukan malah lari," kata Chalid di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu 13 Oktober 2018.

Tolong! Masih Banyak Korban Gempa Palu di Penampungan Dihantui Corona

Setelah pemerintah membuat sistem pendidikan mengenai kebencanaan itu, lanjut Chalid, hal selanjutnya adalah membuat pola pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan dari program-program terkait pendidikan kebencanaan tersebut.

"Karena, enggak bisa kalau baru ada pendidikan dalam enam bulan atau setahun sekali. Itu harus berkelanjutan," ujarnya.

Melalui MUI, Taiwan Beri Bantuan Rp5 Miliar untuk Korban Gempa Palu

Chalid menyayangkan, nyatanya para aparatur negara pun sepertinya abai mengenai pengetahuan dan pemahaman soal kebencaan tersebut.

Sebab, dengan tingginya potensi bencana di seluruh wilayah Nusantara, mestinya seluruh aparatur negara harus paham bagaimana menjalankan pekerjaan kenegaraan di tengah kondisi bencana atau ketika menghadapi kondisi bencana.

"Ini adalah pekerjaan rumah yang sangat berat untuk para pemerintah, baik Pemda maupun Pusat, dalam melakukan hal ini. Karena, kalau wilayah kita 83 persen rawan bencana, tetapi 90 persen rakyatnya tidak siap hadapi bencana, ini bahaya," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya