Wapres Ungkap Alasan Kepala Daerah Tetap Berani Korupsi

Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Jusuf Kalla.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Wisnu Widiantoro

VIVA - Wakil Presiden Jusuf Kalla heran karena kepala-kepala daerah ibarat masih saja tak segan untuk melakukan tindakan yang terkait korupsi.

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Penuhi Panggilan KPK

Pernyataan itu disampaikan menyusul Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menjerat Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin terkait suap perizinan proyek Meikarta.

"Kita prihatin begitu banyak (kepala daerah yang) ditangkap. Tapi itu terjadi terus. Ini sepertinya orang tidak takut kena sanksi (dari tindak pidana korupsi)," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 16 Oktober 2018.

KPK Amankan ASN Sidoarjo Saat OTT Dugaan Korupsi Hari Ini, Siapa Dia?

Menurut JK, KPK hingga saat ini telah menangkap hampir seratus kepala daerah karena melakukan tindakan terkait korupsi. Data resmi KPK sendiri menunjukkan bahwa Neneng adalah kepala daerah ke-99 yang diproses KPK sejak 2004.

"Sejak dulu ya, itu banyak yang terkena masalah. Jadi memang kita prihatin," ujar JK.

KPK OTT di Sidoarjo soal Pemotongan Isentif Pajak, 10 Orang Termasuk ASN Diamankan

Lebih lanjut, JK menengarai ongkos politik yang tinggi menjadi salah satu motivasi para kepala daerah melakukan tindakan terkait korupsi. Sementara, para pengusaha juga masih merasa terbebani oleh prosedur birokrasi sehingga mereka menyuap birokrat atau kepala daerah langsung untuk memperingkasnya.

"Itu juga karena akibat antara lain (kepala daerah) ingin hidup lebih baik, tapi gaji yang tidak cukup," ujar JK.

JK juga mengaku heran karena pemerintah sebenarnya telah pula banyak menyederhanakan prosedur birokrasi untuk mempermudah para pengusaha. Selain itu, upaya penekanan ongkos politik juga sebenarnya telah dilakukan, misalnya dengan membuat kampanye politik difasilitasi Komisi Pemilihan Umum.

Hal itu seharusnya membuat ongkos politik yang harus dibayarkan para kepala daerah saat menjadi peserta Pilkada tidak sebesar seperti di masa lalu.

"Sekarang itu kampanye diatur tidak boleh besar-besaran, baliho juga dipasang oleh KPU, kampanye diatur itu semua untuk mengefisienkan (ongkos politik) calon. Tetapi namanya persaingan, ingin selalu lebih baik, lebih tinggi, jadi biaya tetap mahal," ujar JK.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya