Ajukan Praperadilan Tiga kali, Pengusaha Ini Dinilai Hambat Penyidikan

Sidang praperadilan Gunawan Jusuf dan M Fauzi Thoha.
Sumber :
  • VIVA / Bayu Nugraha

VIVA - Polisi menduga maju-mundurnya praperadilan Bos Sugar Group Company, Gunawan Jusuf, sampai tiga kali bertujuan untuk menghambat penyidikan yang sedang berjalan di kepolisian. Namun kepolisian berusaha berpikir positif mengingat praperadilan adalah hak Gunawan.

Kartika Putri Siap Bawa Masalahnya dengan Richard Lee ke Jalur Hukum

"Sedang kami koordinasikan dengan pengadilan apakah boleh begini (3 kali ajukan praperadilan). Apakah ini suatu cara atau suatu apa untuk menghambat penyidikan atau apa," kata Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, Komisaris Besar Polisi Daniel Tahi Monang Silitonga, ketika dikonfirmasi, Kamis, 18 Oktober 2018.

Dalam kasus ini, Daniel memastikan penyidik terus melakukan penyelidikan terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam perkara Gunawan.

Ahli Pidana: Praperadilan Tersangka Robot Trading Jangan Jadi Modus

"Kan ada pasal utama, nah yang salah satunya kami tonjolkan memang TPPU-nya," kata Daniel.

Sementara itu, Komisi Yudisial memastikan tetap akan melakukan pemantauan kembali pada upaya praperadilan yang diajukan Gunawan Jusuf untuk ketiga kalinya, yang diagendakan Senin pekan depan. KY memastikan, pemantauan dilakukan hingga proses persidangan selesai.

Gugatan Praperadilan Aiman Witjaksono Ditolak, Kombes Ade: Artinya Penyitaan Sah!

Namun, Komisioner KY Sukma Violeta mengatakan, pihaknya belum memutuskan apakah pemantauan akan dilakukan langsung, sebagaimana dengan praperadilan pertama dan kedua yang diajukan oleh pengusaha pemilik Gulaku itu.

Ia juga mengakui, praperadilan yang diajukan ini menarik. Alasannya, Gunawan Jusuf sudah tiga kali mengajukan praperadilan yang sama. Dua sebelumnya, ia cabut tak lama setelah mengajukan, hingga persidangan belum sempat digelar.

"KY akan terus melakukan pemantauan persidangan hingga perkara diputuskan oleh majelis hakim," ujarnya.

Pada sidang praperadilan sebelumnya, KY menurunkan timnya untuk mengawasi jalannya sidang. Dalam sidang pada Senin, 24 September lalu itu, terlihat dua orang utusan KY datang dan merekam jalannya persidangan dengan kamera video.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, menjelaskan latar belakang kasus dugaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret pengusaha Gunawan Jusuf atas laporan rekan bisnisnya Toh Keng Song.

"Kronologi perkara ini sejak tahun 1999 sampai 2004, pelapor atas nama Toh Keng Siong melakukan penempatan dana ke PT Makindo milik GJ sekitar US$126 juta dan ada sekitar US$25 juta dikirim kembali ke pelapor," kata Dedi.

Kemudian, Dedi mengatakan pelapor sempat ingin menarik kembali dana yang sudah ditanam di PT Makindo. Namun, Gunawan mengaku tidak pernah terjadi penempatan uang pelapor di perusahaan tersebut yang disampaikan melalui mantan istrinya.

"Saat pelapor akan menarik uangnya akhir 2001, GJ menyatakan lewat CJ yang merupakan mantan istri GJ bahwa pelapor tidak pernah menempatkan uangnya di PT Makindo," ujarnya.

Akhirnya, kata Dedi, Toh Keng Siong melaporkan kasus ini ke kepolisian pada 20 April 2004 dengan tuduhan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Namun, penyelidikan atas laporan Toh Keng Sion ini dihentikan penyidik dengan alasan bukan tindak pidana pada 20 Juli 2004.

"Pada 2008, TKS mengajukan praperadilan dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan pemohon," kata dia.

Pada 2013, Dedi mengatakan Divisi Hukum Polri saat itu mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan pemohon.

"Divkum Polri mengajukan PK dan putusan di 2013 oleh MA menyatakan bahwa putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dibatalkan dan menguatkan SP3 penyidik," katanya.

Dedi menambahkan, pada 2015 penyidik meminta keterangan dari CJ dan diakui kalau mantan suaminya itu Gunawan Jusuf benar menerima uang yang sifatnya diinvestasikan oleh Toh Keng Siong selama periode 1999 sampai 2004.

"Pada tahun 2015, penyidik mendapatkan keterangan dari CJ bahwa benar PT Makindo menerima penempatan uang dari pelapor di periode 1999 sampai 2004," kata Dedi.

Selanjutnya, Dedi mengatakan penyidik meminta keterangan tiga ahli pidana untuk menelisik kondisi kasus ini. Alhasil, ketiga ahli berpendapat bahwa pelapor bisa membuat laporan baru dan kasus bersifat tidak kadaluarsa.

"Lalu ada tiga keterangan ahli pidana yang menyatakan apabila pelapor membuat laporan baru, maka hal tersebut tidak kedaluwarsa dan tidak nebis in idem, serta locus kejahatan berada di dalam wilayah yuridiksi Indonesia," katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya