Ada Anak-anak saat Pembakaran Bendera Jadi Sorotan

Oknum Banser yang membakar bendera
Sumber :
  • Youtube

VIVA - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) sebelumnya dikenal dengan nama populer Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), mempertanyakan keberadaan anak-anak saat terjadinya aksi pembakaran bendera bertuliskan kalimat syahadat di Garut, Jawa Barat. Mereka risau dengan kenyataan tersebut.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

"LPAI menjaga jarak dari polemik tentang bendera dan ormas yang melakukan pembakaran. Sebagai organisasi perlindungan anak, kerisauan LPAI berpusat semata-mata pada adanya pelibatan anak-anak pada aksi pembakaran bendera oleh ormas tersebut," kata Ketua Umum LPAI, Seto Mulyadi, melalui siaran persnya, Kamis, 25 Oktober 2018.

Setyo mengatakan pembakaran bendera sebagai sebuah aktivitas simbolik tidak serta-merta dapat dipahami oleh anak-anak sebagaimana pemahaman yang dipunyai orang dewasa. Dengan kebersahajaan pola pikir kanak-kanak, perilaku membakar bendera sedemikian rupa justru dapat memunculkan kebingungan luar biasa pada anak.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Seiring dengan kian hangatnya tahun politik menyongsong 2019, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) tidak antipolitik. Politik, bagi LPAI, dapat dibedakan menjadi dua ragam. Pertama, low politics. Politik yang satu ini tidak jauh-jauh dari persoalan menang kalah, hitam putih. LPAI pilih buang muka," katanya.

Politik kedua, lanjut Setyo, diistilahkan sebagai high politics, berurusan dengan hajat hidup orang banyak. Titik pandang tidak sebatas pada siapa pemenang dan siapa pecundang.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

Setyo mengingatkan high politics hidup di bahasan-bahasan tentang bagaimana menyejahterakan sebanyak mungkin warga bangsa, teristimewa anak-anak. Kepentingan anak menjadi lantai, langit, sekaligus ufuk kerja LPAI. Terhadap high politics, LPAI tak memalingkan muka.

"Betapa pun kasus yang menggedor pintu LPAI bersangkut paut dengan low politics, namun kami tetap berikhtiar menanganinya dengan pijakan high politics," kata dia.

Menurut Setyo, anak-anak dapat bertanya-tanya ihwal apa yang salah dengan bendera tersebut. Mengapa pembakaran bendera diadakan pada momen tertentu, mengapa pembakaran dilakukan oleh pihak tertentu, dan apa tujuan yang ingin dicapai lewat aksi pembakaran tersebut.

"Dan karena referensi utama anak-anak untuk memberikan makna terhadap dunianya adalah informasi/pengetahuan yang bersumber dari keluarga, tempat pendidikan, kelompok di mana anak menjadi anggotanya, serta teman-teman sebayanya, maka berpotensi menjadi persoalan yang tidak ringan bagi seluruh pihak tersebut untuk membangun sekaligus mengintegralkan pemahaman utuh pada diri anak mengenai pembakaran tersebut," urainya.

Di dalam ruang pemahaman yang vakum pada anak-anak itulah, LPAI khawatir akan terisi interpretasi-interpretasi yang tidak positif bahkan potensial berisiko buruk bagi proses tumbuh kembang anak. Dia menilai aksi pembakaran sedemikian rupa akan lebih terasosiasi dengan low politics ketimbang high politics.

"Aksi pembakaran sulit ditafsirkan sebagai kegiatan penyejahteraan warga bangsa. Aksi pembakaran justru lebih rentan dimaknakan sebagai gelagat permusuhan satu pihak ke pihak lain (destruktif)," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya