Gus Syarif Korban Persekusi Efek Kasus Bendera, Anak-anaknya Trauma

Syarifudin alias Gus Syarif, seorang pria yang bersama istri dan anak-anaknya menjadi korban persekusi sekelompok orang di rumahnya di Tegal, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Muhammad Romadoni

VIVA – Seorang warga Tegal bernama Syarifudin menjadi korban persekusi oleh sekelompok orang yang ramai-ramai mendatangi rumahnya pada malam 23 Oktober 2018. Dia terpaksa mengungsikan istri dan anak-anaknya dan meninggalkan kampung halamannya ke tempat yang lebih aman.

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Pria berambut gondrong yang dikenal sebagai Gus Syarif itu menceritakan pengalaman mencekamnya saat ditemui VIVA di suatu tempat pada Rabu, 7 November.

Semua berawal dari pernyataan pribadinya melalui akun Facebook-nya tentang peristiwa pembakaran bendera berlafaz kalimat tauhid di Garut, Jawa Barat. Dia menyatakan mendukung oknum Banser yang membakar bendera itu karena dianggap bendera organisasi Hizbut Tahrir Indonesia.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Setelah itu, pada Selasa malam 23 Oktober, rumahnya didatangi massa. "Ada yang berteriak: bakar rumahnya, seret, cukur rambutnya, lempar batu, bunuh keluarganya," katanya. Istri dan kedua anak Gus Syarif ketakutan hingga tak berani keluar rumah.

Lima hari setelah peristiwa mencekam malam itu, Gus Syarif meminta perlindungan kepada polisi. Dia juga membuat surat pernyataan meminta maaf atas pernyataannya pada akun Facebook-nya dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada polisi.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Namun Gus Syarif tak memungkiri peristiwa malam itu meninggalkan trauma mendalam bagi keluarganya, terutama anak-anaknya. Istrinya bahkan tetap ketakutan ketika, misal, ada yang mengetuk pintu rumah di tempat mereka aman. Kedua anaknya bahkan terpaksa tak bersekolah sejak insiden malam itu.

Sejak malam kejadian itu, ada perubahan pada keluarganya. Sang istri takut bertemu orang dan anak-anaknya selalu murung. Keluarganya pun melaporkan peristiwa itu kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

"Anak besok paginya lain. Biasanya salam pulang sekolah madrasah, cium abahnya, tapi tidak dilakukan selama tiga hari. Anak di sekolah ditanya teman-temannya, apa rumah didatangi banyak orang. Wajah anak saya murung dan kosong, menjawab ketakutan," kata Gus Syarif. 

Sri Uswati, istri Gus Syarif, menceritakan malam itu seisi rumah dan halaman dipadati orang berpakaian putih dan berpeci. "Perasaan saya sakit, takut suami diintimidasi, ngomong kasar. Saya terus menangis. Saya dengar, (ada yang menyerukan) bunuh keluarganya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya