Lebih Rp100 Miliar Gratifikasi Dilaporkan ke KPK Lewat UPG

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi telah menerima laporan gratifikasi dari para pejabat pemerintah yang nilainya mencapai Rp100 miliar lebih pada tahun 2017 lalu. Baik berupa uang sampai perhiasan yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

"KPK menerima laporan penerimaan gratifikasi dari para pejabat ada bentuk uang rupiah, dolar Singapura, dolar Amerika Serikat, ada juga perhiasan yang nilainya puluhan miliar," ujar Febri Diansyah dalam kegiatan rapat koordinasi nasional Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di Hotel Rancamaya, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 14 November 2018.

Disampaikan Febri, rapat koordinasi nasional ini bertujuan menjalin kerjasama antar KPK dengan para UPG di berbagai daerah di tanah air dan kementerian dalam melakukan pencegahan terhadap gratifikasi para pejabat pemerintahan. Tahun ini jumlah laporan juga sangat banyak.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

"Jadi semacam perpanjangan KPK di kementerian dan di daerah karena kita harus kerjasama UPG," katanya.

Karena itu, Febri berharap pejabat negara harus serius melakukan pencegahan gratifikasi dan laporkan seluruh penerimaan-penerimaan, kecuali penerimaan yang sah. Saat ini sudah lebih dari 300 UPG yang terbentuk di kementerian dan pemerintah daerah.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

"Karena banyak penjabat didatangi diberikan uang tanpa alasan tertentu disebut uang terima kasih itu wajib dilaporkan ke KPK," ujarnya.

Apabila para pejabat negara menerima gratifikasi dan tidak dilaporkan kepada KPK atau UPG dalam 30 hari maka akan dikenakan pidana penjara maksimal 20 tahun, sesuai Pasal 12.

Maka dari itu, Febri meminta kepada anggota dan mitra di UPG agar tidak segan mengawasi kepada kepala daerah baik para wali kota dan bupati karena secara ketentuan undang-undang mereka independen dan tidak di bawah bupati maupun wali kota.

"KPK sudah memproses 102 kepala daerah sampai saat ini, salah satu faktor penyebab di sana pengawasan tidak efektif karena yang diawasi atasannya sendiri," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya