Petisi #AmnestiUntukNuril Diserahkan ke Jokowi

Petisi change.org/amnestiuntuknuril.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Rifki Arsilan.

VIVA - Penggagas petisi change.org/amnestiuntuknuril, Erasmus Napitupulu, menyatakan hari ini, Senin, 19 November 2018, pihaknya bersama koalisi Save Ibu Nuril yang terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil secara resmi menyampaikan 80 ribu suara petisi amnesti untuk Baiq Nuril Makmun atau Nuril kepada Presiden Joko Widodo.

Viral Dugaan Pelecehan Seksual Mahasiswa Undip, Korban Curhat Malah Dicekoki Miras

Penyerahan petisi itu dilakukan melalui Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ifdal Kashim, di Kompleks Istana Negara.

"Pemberian amnesti dari Presiden Jokowi kepada Ibu Nuril ini sangat penting. Karena lebih baik membebaskan 1.000 orang yang bersalah, dari pada menghukum satu orang yang tidak bersalah," kata Erasmus di Kompleks Istana Negara, Jakarta. 

Arab Saudi Beri Hukuman Berat Ini Kepada Pelaku Kekerasan Seksual di Makkah dan Madinah

Ia menjelaskan petisi #amnestiuntuknuril ini lahir untuk merespons putusan kasasi Mahkamah Agung yang telah memvonis Baiq Nuril Mukmin atau Ibu Nuril dengan hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.

Padahal, lanjut Erasmus, sebelumnya Pengadilan Negeri Mataram sudah memutuskan bahwa Baiq Nuril Makmun tidak terbukti dari dakwaan yang dikenakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Ivan Gunawan Minta Maaf Bercanda Soal Pencabulan, Dibela Deddy Corbuzier

"Dalam persidangan terungkap fakta bukan Ibu Nuril yang menyebarkan pelecehan seksual atasannya, melainkan rekan kerjanya. Fakta ini dikuatkan juga dengan keterangan ahli Teguh Arifiyadi, Kepala Subdit Penyidikan dan Penindakan Direktorat Keamanan Informasi Kominfo. Enggak hanya itu, menurut Subdit IT & Cybercrime Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri juga menyatakan bukti rekaman yang diajukan di persidangan tidak dapat dipastikan validasinya," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Erasmus, satu-satunya cara agar Nuril bisa berkumpul kembali dengan keluarganya adalah dengan amnesti yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo. Berdasarkan Pasal 14 UUD 1945, Presiden dapat memberikan amnesti pada seseorang atas pertimbangan yang diberikan oleh DPR. Lebih lanjut dalam Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi menjelaskan bahwa presiden dapat memberikan amnesti ini atas dasar kepentingan negara.

"Perlu kami tegaskan, amnesti ini bukan bentuk intervensi presiden terhadap proses peradilan pidana. Karena secara prinsip dan hukum proses peradilan pidana telah selesai. Tapi Ibu Nuril membutuhkan perlindungan sebagai korban pelecehan seksual, bukan pemidanaan," ujarnya.

Satu-satunya Cara

Pasca putusan MA, terpidana kasus penyebaran konten kesusilaan, Baiq Nuril Maknun atau Ibu Nuril, rencananya akan dieksekusi oleh Jaksa Penuntut Umum pada hari Rabu, 21 November 2018.

Putusan MA itu telah menganulir putusan Pengadilan Negeri Mataram yang sebelumnya memutuskan Ibu Nuril tidak terbukti menyebarkan rekaman percakapan atasannya yang memiliki konten kesusilaan ke khalayak ramai. Baiq Nuril pun tak berdaya. Kini, Nuril terancam menjalani hukuman penjara selama enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara.

Direktur ICJR Anggara menyatakan kasus Baiq Nuril ini adalah salah satu preseden buruk bagi lembaga tinggi peradilan negara sekelas MA. Menurut Anggara, MA sering kali melangkahi kewenangannya dengan beralih peran sebagai pengadilan yang mengadili fakta.

"Sesuatu praktik yang salah dan diulang terus menerus tentu kita harus ingatkan berkali-kali, bahwa fungsi MA adalah untuk menjaga kesatuan hukum. Karena itu dia tidak boleh memeriksa dan mengadili fakta persidangan seperti halnya fungsi pengadilan di bawahnya," kata Anggara usai menyerahkan petisi #amnestiuntuknuril di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 19 November 2018.

Ia menjelaskan, nasib Baiq Nuril hari ini terancam menjalani hukuman penjara. Padahal, lanjut Anggara, dalam proses pengadilan di PN Mataram sekitar akhir tahun 2017 lalu majelis hakim PN Mataram telah memutuskan bahwa Baiq Nuril tidak terbukti menyebarkan rekaman konten kesusilaan seperti halnya yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum selama ini. Sehingga, lanjut Anggara, PN Mataram membebaskan Baiq Nuril dari segala tuduhan jaksa.

Namun, kata Anggara, dalam prosesnya JPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan Pengadilan Negeri Mataram tersebut. Dan pada 26 September 2018 Mahkamah Agung telah memutuskan kasasi dengan Putusan Kasasi Nomer 574K/Pid.Sus/2018 yang baru diterima oleh penasihat hukum Baiq Nuril pada tanggal 9 November 2018 lalu. Dalam putusan kasasi itu, MA menyatakan Baiq Nuril bersalah melakukan tindak pidana seperti halnya yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum selama ini.

Dengan demikian, kata Anggara, tidak ada jalan lain untuk menyelamatkan Baiq Nuril dari ancaman hukuman penjara yang kini sudah di depan mata. Menurutnya, satu-satunya cara untuk menyelamatkan korban peradilan itu adalah amnesti dari presiden.

"Kami minta untuk Presiden Jokowi agar mempertimbangkan amnesti. Presiden memberikan amnesti hanya itu saja," ujarnya.

Terkait dengan upaya hukum untuk meminta Jaksa Penuntut Umum menunda eksekusi, Anggara menjelaskan upaya penundaan juga kini tengah dilakukan oleh tim penasehat hukum Baiq Nuril Maknun.

"Itu saya rasa penasihat hukumnya sudah mengirimkan surat ke Jaksa Agung karena itu kewenangan Jaksa Agung untuk bisa menunda eksekusi," katanya.

Diketahui, Baiq Nuril Maknun merupakan seorang mantan tenaga honorer di salah satu SMA Negeri di Mataram. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 2017 lalu. Baiq Nuril saat itu sering ditelepon oleh kepala sekolah pada SMA itu yang berinisial M.

M kemudian menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita yang bukan istrinya. Baiq Nuril kemudian merekam pembicaraan agar dia tak dituduh berhubungan gelap dengan sang kepala sekolah.

Bukan atas kehendaknya, kemudian rekaman tersebut menyebar, sehingga M melaporkannya dengan tuduhan pelanggaran Pasal 27 ayat (1) UU ITE.

Pada Putusan Pengadilan Negeri Mataram No 265/Pid.Sus/2017/ PN. Mtr Baiq Nuril tidak terbukti menyebarkan konten yang bermuatan pelanggaran kesusilaan. Baiq Nuril jelas merupakan korban pelecehan seksual dari atasannya dan perbuatannya merekam perlakuan M bukan merupakan tindak pidana.

Atas putusan tersebut Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi, yang putusannya diputus pada 26 September 2018. Petikan Putusan Kasasi dengan Nomor 574K/Pid.Sus/2018 baru diterima 9 November 2018 lalu yang menyatakan Baiq Nuril bersalah melakukan tindak pidana. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya