Dicibir Soal Grasi Nuril, Ini Penjelasan Istana

Juru Bicara Presiden, Johan Budi Sapto Pribowo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Agus Rahmat.

VIVA – Juru Bicara Presiden, Johan Budi Sapto Pribowo menjelaskan maksud Presiden Joko Widodo terkait jawabannya atas permohonan Baiq Nuril, dalam upaya hukum terhadap vonis hakim MA atas kasusnya.

Pembangunan 1 Kota IKN Vs 40 Kota, Apa Rugi dan untungnya?

Mantan guru honorer SMAN 7 Mataram itu, divonis MA bersalah dan dihukum kurungan 6 bulan denda Rp500 juta subsider 3 bulan. 

Johan menjelaskan, harus dipisahkan antara domain Presiden dengan domain hukum. Yakni eksekutif dan legislatif. Sementara Nuril, masih dalam domain yudikatif. 

Dua Poin Penting Revisi UU ITE

Saat di Lamongan Jawa Timur kemarin, menurut Johan Presiden Jokowi menyarankan agar Nuril melakukan upaya hukum yang masih ada. Yaitu, peninjauan kembali atau PK. 

"Pak Presiden kemarin kan menyarankan itu. Karena sekarang itu domainnya belum ada di Presiden. Presiden kan secara konstitusi mempunyai kewenangan, apakah itu memberikan amnesti, memberikan grasi," ucap Johan, di Istana Bogor, Rabu 21 November 2018.

5 Poin Penting Kunjungan Jokowi ke Afrika

Pemberian amnesti seperti yang diminta, lanjut Johan, juga ada syaratnya yakni pertimbangan DPR. Sementara grasi, juga harus ada pertimbangan MA. 

Karena saat ini masih bisa dilakukan upaya hukum yakni PK, kata Johan, maka Presiden menyarankan langkah itu lebih baik dilakukan. Baru setelah itu, upaya hukum atas kewenangan Presiden. 

"Kalau sekarang kan masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan ibu Nuril, upaya hukum luar biasa. Itu peninjauan kembali. Nanti setelah itu, baru prosesnya selesai, domain di bawah Presiden. Domain di bawah presiden, tidak hanya grasi, amnesti juga," kata mantan Jubir KPK itu. 

Maka urutan aturan konstitusi itulah, menurut Johan yang dimaksud oleh Presiden Jokowi. Karena tidak bisa proses hukum yang masih bisa dilakukan yakni PK, lalu diambil jalan amnesti atau grasi sekalipun. 

"Baca UUD 1945, berkaitan dengan kewenangan pak Presiden, amnesti, kemudian grasi, abolisi, itu juga ada prasyarat. Presiden juga tentu harus mengikuti apa yang ada di dalam aturan perundang-undangan dasar, kewenangannya maksud saya," jelas Johan. 

Pasal 2 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi mengatur grasi hanya dapat dilakukan terhadap putusan pemidanaan berupa pidana mati, pidana seumur hidup, penjara paling rendah dua tahun.

Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 mengatur sebelum memberi amnesti dan abolisi presiden harus memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya