Disabilitas Mental Sering Alami Pelecehan Seks di Panti-panti

Yeni Rosa Damayanti
Sumber :
  • VIVA/Syaefullah

VIVA – Permasalahan kasus kekerasan terhadap orang dengan gangguan jiwa atau penyandang disabilitas mental, masih sering terjadi di panti-panti sosial yang ada di Indonesia. 

Buka Bersama Perhimpunan Tionghoa, Istri Gus Dur Ingatkan Kemajemukan Indonesia

Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia, Yeni Rosa Damayanti, kasus yang kerap terjadi, yaitu kekerasan seksual terhadap perempuan disabilitas mental di dalam panti asuhan tersebut. 

"Bentuknya, misalnya diraba-raba vaginanya, di raba raba payudaranya, itu cukup sering terjadi dilakukan oleh petugas. Saya kurang tahu, apakah sampai perkosaan atau tidak saya tidak sampai sejauh itu," ujar Rosa di Kemeneterian Hukum dan HAM, Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 6 Desember 2018. 

Berprestasi di Ajang Internasional, Atlet NPC Sumut Diguyur Bonus Rp3,1 Miliar

Ia menuturkan, panti sosial yang melakukan tindakan asusila terhadap para perempuan tersebar di berbagai daerah di antaranya di Bekasi, Tasikmalaya, Garut, Provinsi Jawa Barat, dan di panti di Provinsi Jawa Barat. 

Persoalan lain, yaitu banyak angka kematian yang terjadi di panti sosial. Misalnya di Bekasi, setiap satu bulan ada tiga orang sampai tujuh orang meninggal dunia di dalam panti tersebut, karena berbagai faktor. 

Al-Qur'an for All: Hadirkan Iqro'na untuk Penyandang Disabilitas

"Banyak di antaranya bahwa penyakit yang mereka alami tidak ditangani ya penanganan kesehatan tidak ada, keluhan tidak pernah ditanggapi dengan serius, penyakit parah tidak langsung dibawa ke rumah sakit," ujarnya. 

"Beberapa panti tidak memiliki kerja sama dengan rumah sakit dan kadang-kadang rumah sakit kalau mengetahui kalau pasien dari gangguan sakit jiwa itu tidak mau menerima, kecuali kalau ada ikut yang menjaga di sana," kata dia.

Sebenarnya, menurut Rosa, panti asuhan yang berada di Indonesia kurang layak dan tidak memanusiakan para penyandang disabilitas mental. Karena, mereka dikurung dalam ruangan yang sangat sempit dengan jeruji besi. 

"Jadi, selama pantai itu sebagai fungsi penjara itu tetap masih tidak layak penyandang disabilitas. Apalagi, sekarang dengan kondisi," katanya. 

Untuk itu, Rosa menuturkan, tidak sebaiknya panti asuhan tidak menggunakan terali besi dan harus dibebaskan ke luar kamar dan bisa berinteraksi dengan masyarakat sekitar panti dan bisa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang ada di desa tersebut seperti karang taruna dan kegiatan PKK.

Dia menegaskan, persoalan penyandang disabilitas mental, karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Sosial kurang peduli dan memberikan solusi yang baik. "Jadi, saya tidak melihat keseriusan dari Kemensos menyelesaikan masalah ini," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya