Korupsi Kapal Bekas di PT Dok, Bos Perusahaan Singapura Ditahan

Tersangka Antonius (rompi tahanan merah) saat ditahan.
Sumber :
  • Nur Faishal / VIVA.co.id

VIVA – Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menahan Presiden Direktur PT A&C Trading Network, Antonius Aris Saputra di Rumah Tahanan Kelas I Surabaya cabang Kejaksaan Tinggi Jatim pada Selasa malam, 11 Desember 2018. 

Haris Azhar dan Fatia KontraS Tidak Ditahan Kejaksaan, Ini Alasannya

Dia ditahan, setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara korupsi pembelian kapal bekas oleh PT Dok Perkapalan Surabaya. 

Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim Didik Farkhan Alisyahdi menjelaskan, PT A&C adalah perusahaan broker berbasis di Singapura. Tersangka Antonius sudah sejak 18 tahun silam tinggal di Negeri Singa tersebut. 

Lagi, Polda Jatim Serahkan Berkas Tragedi Kanjuruhan ke Kejaksaan

"Selama ini yang bersangkutan tinggal di Singapura, tapi statusnya Warga Negara Indonesia. Dia ini Presiden Direktur PT A&C yang berbasis di Singapura," katanya usai penahanan. 

Didik menjelaskan, kasus yang membelit Antonius bermula dari adanya penyertaan modal negara atau PMN terhadap PT Dok yang merupakan Badan Usaha Milik Negara senilai Rp200 miliar pada 2015. Separuh dari PMN tersebut, dibelanjakan untuk pembelian kapal floating dock

Pesantren dan Ratusan Rumah Terdampak Banjir di Jember

"Yang Rp100 miliar dibelikan floating dock," ujarnya. 

PT DOK lantas menggandeng PT A&C untuk pengadaan kapal tersebut dengan nilai kontrak Rp100 miliar. 

"Ternyata dalam pengadaan floating dock ini dibelikan kapal yang bekas dari Rusia yang usianya sudah 43 tahun lebih, karena diproduksi pada tahun 1973. Dari kontrak Rp100 miliar, sudah dibayarkan sekitar Rp65 miliar kalau kurs sekarang," ungkapnya. 

Lama usia kapal tersebut melebihi dari ketentuan batas usia pengadaan barang bekas, yakni paling lama usia 20 tahun. Hal itu jelas melanggar aturan.

"Karena bekas, ketika dibawa ke sini (Indonesia dari Rusia) kondisinya keropos dan akhirnya tenggelam di Laut China sana, sehingga negara tidak memperoleh manfaat sama sekali dari pengadaan ini," ujar Didik.

Akibatnya, lanjut mantan Kepala Kejari Surabaya itu, negara dirugikan senilai uang yang sudah dibayarkan kepada pihak penjual, yakni sekira Rp65 miliar. Kerugian itu didasarkan pada laporan pengitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. 

"Pasal yang disangkakan kepada tersangka yakni Pasal 2 dan 3 Juncto Pasal 18 Undang-undang Tipikor," kata Didik. 

Penyidik kata dia, masih mengembangkan kasus tersebut dan tidak menutup kemungkinan ada tersangka baru. Apalagi, hasil pemeriksaan sementara diketahui bahwa pihak PT DOK mengetahui kondisi kapal floating dock yang sudah uzur saat survei. 

Pihak DOK juga tahu bahwa PT A&C yang digandeng sebagai rekanan belum berpengalaman di bidangnya. 

"Kita juga masih menelusuri berapa sebenarnya harga kapal itu," tambahnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya