Usai Diperiksa KPK Sebagai Tersangka, Dirut Jasa Tirta II Tak Ditahan

Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro
Sumber :
  • VIVA/Edwin Firdaus

VIVA – Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputro masih menghirup udara bebas usai diperiksa sebagai tersangka korupsi jasa konstruksi.

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Djoko mengaku penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum meminta keterangannya. "Belum di-BAP (berita acara pemeriksaan) saya," kata Djoko Saputro usai diperiksa penyidik KPK, di Jakarta Selatan, Selasa, 18 Desember 2018.

Lantaran belum di BAP, hal tersebut yang membuat dirinya tak mau banyak bercerita kasus korupsi yang menjeratnya saat ini. "Saya belum bisa cerita banyak ya," ujarnya.

KPK Periksa Keponakan Surya Paloh

Dalam kasus ini KPK menetapkan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputro sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultasi di Perum Jasa Tirta II tahun 2017. Selain Djoko Saputro, satu orang dari pihak swasta atas nama Andririni Yaktiningsasi juga ditetapkan tersangka.

Perkara itu berawal pada tahun 2016 usai Djoko Saputro diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II. Dia diduga menginstruksikan melakukan revisi anggaran.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

"Dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Relokasi anggaran untuk perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sendiri senilai Rp3,82 miliar. Sementara perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jaya Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp5,73 miliar.

"Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan bank dan unit Iain. Dan tidak sesuai aturan yang berlaku," kata Febri.

Setelah revisi anggaran, Djoko memerintahkan Andririni Yaktingsasi menjadi pelaksana pada kegiatan tersebut. Dalam dua kegiatan itu, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT. Bandung Management Economic Center dan PT. 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk kedua pelaksanaan proyek sampai dengan tanggal 31 Desember 2017 itu sebesar Rp5.564.413.800. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya