DPR Pertanyakan Penghentian Kasus Pengusaha Gula

Bareskrim Polri. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • Bayu Nugraha/VIVA.co.id

VIVA - Komisi III DPR menilai, keputusan Polri yang menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3, terkait kasus dugaan penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU yang dilakukan oleh Pengusaha Gula, Gunawan Jusuf, tidak tepat.

Sandra Dewi Berpotensi Jadi Tersangka Korupsi Ikut Harvey Moeis, Ini Kata Pakar Hukum

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, sebelumnya melakukan penyidikan terhadap kasus yang dilaporkan oleh pengusaha asal Singapura, Toh Keng Siong terhadap Gunawan Jusuf itu. Awalnya, penyidik menilai adanya dugaan tindak pidana. Namun, kini justru polisi menerbitkan SP3 terkait perkara itu.

"Saya mendapatkan info bahwa SP3 terhadap Gunawan Jusuf sangat tidak tepat," kata Wakil Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik, saat dikonfirmasi, Rabu 19 Desember 2018.

Kasus Dugaan Pencucian Uang Gazalba Saleh, KPK Jadwalkan Periksa 2 Hakim Agung MA

Perkembangan kasus ini sendiri sebelum dihentikan, penyidik sempat mencari barang bukti hingga ke luar negeri. Hal tersebut dilakukan, untuk memperkuat alat bukti terkait adanya dugaan tindak pidana pada perkara tersebut.

Erma menambahkan dengan terbitnya SP3 oleh Polri, yang seiring dengan pencarian barang bukti sampai ke luar negeri itu, justru membuat tanda tanya besar. Bahkan, Politikus Partai Demokrat itu meyakini perkara Gunawan Jusuf laik untuk dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

KPK Panggil Dua Hakim Agung di Kasus Korupsi Gazalba Saleh, Siapa Dia?

"Info yang saya dapat, kasus ini malah layak dinaikkan ke Kejaksaan. Ini menimbulkan tanda tanya," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum DPR tersebut.

Sebab itu, Erma memastikan, Komisi III akan meminta penjelasan dari Kapolri Jenderal Tito Karnavian terkait dengan jajarannya menerbitkan SP3 kasus itu. "Kasus ini akan jadi bagian dari hal-hal yang akan kami tanyakan pada Kapolri, saat rapat kerja awal Januari 2019 usai masa reses," kata Erma.

Di sisi lain, Erma menjelaskan, hak penerbitan SP3 itu memang diatur dalam KUHAP yang diberikan oleh aparat penegak hukum. Namun, dalam pengimplementasiannya, hal itu tidak lakukan dengan cara yang tidak wajar.

"Hak itu harus diberikan dengan sangat hati-hati. Tidak boleh sembarangan. Harus berdasarkan fakta hukum," kata Erma.

Sementara itu, Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti mengungkapkan, masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh pihak pelapor, terkait dengan dihentikannya proses penyidikan kasus dugaan penggelapan dan TPPU itu. Salah satunya adalah mengajukan gugatan praperadilan.

"Jika berdasarkan gelar perkara, penyidik kemudian melakukan SP3, maka pihak pelapor bisa mengajukan praperadilan," kata Poengky, saat dikonfirmasi terpisah.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo sebelummya menyebut jajaran Dit Tipideksus telah melakukan gelar perkara, dan menyatakan bahwa kasus tersebut di SP3.

"Hasil gelar perkara sudah diputuskan untuk SP3. Karena, jaksa sudah kasih petunjuk tidak ada pidananya," kata Dedi.

Kendati demikian, Dedi menekankan, pihaknya tetap bisa melanjutkan perkara yang menjerat ke Gunawan Jusuf, apabila di kemudian hari ditemukan sejumlah alat dan barang bukti.

"Ya, apabila menemukan novum baru, tapi bukan kasus yang sama, karena kalau kasus yang sama bisa Nebis en Idem," ujar Dedi.

Untuk diketahui, dugaan penggelapan dan TPPU ini bermula ketika Toh Keng Siong menginvenstasikan dananya ke PT Makindo, dengan direktur utama yakni Gunawan Jusuf. Sejak 1999 hingga 2002, total dana yang diinvestasikan dalam bentuk Time Deposit mencapai ratusan juta dolar AS.

Namun, dana itu diduga digunakan untuk membeli pabrik gula melalui lelang BPPN dan tidak juga dikembalikan hingga kini. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya