PVMBG Klaim Gunung Anak Krakatau Masih Meletus tapi Tak Picu Tsunami

Foto udara letusan gunung Anak Krakatau di Selat Sunda, Minggu, 23 Desember 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Bisnis Indonesia/Nurul Hidayat

VIVA – Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi atau PVMBG melaporkan bahwa Gunung Anak Krakatau teramati masih meletus atau erupsi berdasarkan pengamatan terakhir pada 14.18 WIB, Jumat, 28 Desember 2018.

TNI AL Kirim Kapal Perang Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Tipe letusannya, seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Esdm.go.id, pada Sabtu, bersifat impulsif, yaitu sesaat sesudah meletus tak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau.

Potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau dengan kondisi sekarang yang paling memungkinkan adalah letusan-letusan surtseyan. “Letusan jenis ini karena terjadi di permukaan air laut; meskipun bisa banyak menghasilkan abu, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami.”

BMKG Sebut Erupsi Gunung Ruang di Sulut Berpotensi Tsunami: Ada Catatan Sejarahnya

“Potensi bahaya lontaran material lava pijar masih ada. Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadinya tsunami relatif kecil, kecuali ada reaktivasi struktur patahan/sesar yang ada di Selat Sunda.”

Menurut PVMBG, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level III (Siaga), sesuai pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental per 28 Desember. Masyarakat diimbau tidak mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 5 kilometer dari kawah dan menyiapkan masker untuk mengantisipasi jika terjadi hujan abu.

Gunung Ruang Erupsi, Pemkab Sitaro Tetapkan Tanggap Darurat Selama 14 Hari

Masyarakat di wilayah pantai Banten dan Lampung disarankan tetap tenang dan tidak mudah memercayai isu-isu tentang erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan tsunami. Juga dapat berkegiatan seperti biasa dengan senantiasa mengikuti arahan BPBD setempat.

Gunung lebih pendek

PVMBG melaporkan bahwa ketinggian Gunung Anak Krakatau berkurang dari semula 338 meter menjadi tinggal 110 meter. Pengurangan ketinggian akibat gunung api itu erupsi atau meletus dengan tipe letusan surtseyan yang terjadi karena magma keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau bersentuhan dengan air laut.

“Pada saat tidak ada letusan, teramati puncak Gunung Anak Krakatau tidak terlihat lagi. Berdasarkan hasil analisis visual, terkonfirmasi bahwa Gunung Anak Krakatau yang tingginya semula 338 meter, sekarang tingginya tinggal 110 meter,” dikutip Esdm.go.id.

Gunung Anak Krakatau, berdasarkan pengamatan terakhir PVMBG pada 14.18 WIB, Jumat, 28 Desember, cuaca cerah dan terlihat asap letusan tidak berlanjut.

Pada pengamatan beberapa jam sebelumnya, teramati letusan dengan tinggi asap maksimum 200-3.000 meter di atas puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Abu vulkaniknya bergerak ke arah timur-timurlaut. Sementara cuaca teramati berawan-hujan dengan arah angin dominan ke timur-timur laut.

PVMBG mencatat terjadi perubahan pola letusan pada jam 23.00 WIB, 27 Desember, yaitu terjadinya letusan-letusan dengan onset yang tajam. Letusan surtseyan terjadi di sekitar permukaan air laut.

Berdasarkan pengamatan di Pos PGA Pasauran, posisi puncak Gunung Anak Krakatau lebih rendah dibanding Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya. Pulau Sertung bertinggi 182 meter, sedangkan Pulau Panjang 132 meter. Volume Anak Krakatau yang hilang diperkirakan sekitar antara 150-180 juta meter kubik, sementara volume yang tersisa kini diperkirakan antara 40-70 juta meter kubik.

“Berkurangnya volume tubuh Gunung Anak Krakatau ini diperkirakan karena adanya proses rayapan tubuh gunung api yang disertai oleh laju erupsi yang tinggi dari 24-27 Desember 2018.” (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya