Merasa Dirugikan, Pengguna Travel Pass Sriwijaya Air Protes

Sriwijaya Air.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA – Program Sriwijaya Travel Pass yang digelar maskapai Sriwijaya Air ternyata mendapat respons positif dari konsumen.  Pengguna pesawat terbang yang wilayahnya menjadi rute penerbangan Sriwiyaja Air tak menyia-nyiakan kesempatan itu.

KNKT Ungkap 6 Penyebab Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182

Fasilitas terbang gratis sepuasnya hanya dengan membayar Rp12 juta selama setahun tak disia-siakan konsumen dengan mobilitas tinggi. Ali Akmal dan sembilan rekannya, di antara konsumen yang memanfaatkan fasilitas tersebut. Sayangnya, kenikmatan dan janji Sriwijaya Air tak berlangsung lama. 

Beberapa bulan terakhir para member Sriwijaya Travel Pass tak bisa lagi menikmati kemudahan tersebut. Sriwijaya Air, ujar Ali Akmal, secara sepihak memberikan aturan yang membuat para member tak bebas menentukan penerbangan sesuai yang dijanjikan. Melalui pernyataan yang diterima VIVA pada Kamis, 10 Januari 2019, Ali Akmal dan sembilan rekannya yang tersebar di Jakarta, Sorong, Yogyakarta, Jambi, Pekanbaru dan kota-kota lain di seluruh Indonesia menyampaikan protesnya. 

Kesimpulan KNKT Terkait Investigasi Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ182

Ketika mendaftarkan diri pada Mei 2018, Ali Akmal mengaku masih bisa menikmati fasilitas tersebut. Tapi situasi berubah sejak akhir tahun 2018.  "Kalau pesan lewat aplikasi Sriwijaya Air sebagai anggota SJ Travel Pass, tiket selalu sudah habis terjual. Tapi, kalau coba pesan bukan sebagai anggota, banyak kursi kosong dengan pilihan rute dan jadwal yang beragam. Hampir semua destinasi sudah sold out untuk member (anggota)," ujarnya kepada VIVA. 

Beberapa destinasi yang dituju kerap kali tercatat tiket habis, faktanya ketika melakukan penerbangan masih banyak kursi yang tersedia. Ali Akmal beserta Aris Munanzar, Aindra Budiar, Yulia Argentin, M. Marjuki Ritonga, M. Irfan Fathoni, Tritya Prasna Dipankara, Novita Angelina, dan Dwighi Amelia Lamora sebenarnya mengaku sangat terbantu dengan fasilitas Sriwijaya Travel Pass. Tetapi penyesuaian kebijakan dan persyaratan penggunaan fasilitas keanggotaan SJTP secara sepihak oleh manajemen Sriwijaya Air Group, yang diberlakukan sejak 20 Oktober 2018, membuat mereka kini kesulitan menggunakan keanggotaannya.

Penyebab Jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182, KNKT: Thrust Lever Kanan Tak Berfungsi

“Sebelumnya Sriwijaya Air Group melakukan pembatasan penggunaan fasilitas web check in melalui aplikasi. Tidak ada informasi yang valid atas penerapan penutupan fasilitas web check in,” katanya.

Hal ini menurut dia menimbulkan kerugian materiil bagi member SJTP. Sebagai contoh, member SJTP atas nama Alfan tidak diizinkan  ikut penerbangan SJ062 (CGK-DJB) dikarenakan terlambat check in (show 14.03 WIB di counter check in). Kasus lain,member SJTP atas nama Omed tidak diizinkan ikut penerbangan (CGK-Bengkulu) estimate time departure 14.30 WIB dikarenakan terlambat check in (show 14.03 WIB di counter check in).

Kebijakan pengenaan penalti berupa freeze membership selama 2 (dua) pekan  yang diberlakukan oleh Sriwijaya Air terhadap member SJTP yang tidak melakukan penerbangan (no show) juga dianggap sangat merugikan member. Sebab, ujar Ali Akmal, hal tersebut tidak memiliki dasar hukum dan melanggar perjanjian.

Bahwa berdasarkan kesepakatan awal sesuai dengan proposal dan marketing ads pihak Sriwijaya Air Group, member SJTP memiliki keleluasaan untuk melakukan penerbangan tanpa batas (unlimited) yang tidak dapat dialihkan ke pihak lain.

“Dalam hal ini kami berpendapat bahwa tidak terdapat klausa yang mengizinkan pihak Sriwijaya Air Group untuk mengenakan sanksi atas no show. Tidak terdapat informasi terkait kondisi no show member SJTP (persentase dan signifikansinya), namun pemberlakuan kebijakan ini seolah-olah menempatkan member SJTP sebagai pihak yang membuat kerugian/kehilangan potensi pendapatan bagi Sriwijaya Air Group,” dia menjelaskan.

Mereka menduga, aturan tersebut diberlakukan karena terjadi pembatasan berlebihan (excessive block) pada rute-rute tertentu yang menyebabkan kesulitan bagi member SJTP memanfaatkan fasilitas. Sebagai contoh: rute CGK-JOG yang memiliki frekuensi 5x penerbangan sehari, “sold out” sejak akhir bulan Desember sampai dengan Maret. Contoh lain adalah rute CGK-TJQ yang “sold out” sejak Januari sampai dengan Maret termasuk pada weekdays.

Ali Akmal dan sembilan rekannya meminta agar Sriwijaya Air menghapuskan pemberlakuan kuota pada setiap rute penerbangan berdasarkan jenis pesawat. "Kami merekomendasikan agar Sriwijaya Air Group tetap melaksanakan perjanjian yang telah disepakati dengan member SJTP berupa penerbangan tanpa batas (unlimited flight) termasuk pada rute-rute dengan tujuan wisata seperti Berau/Ambon/Sorong serta kota-kota yang menjadi hub penerbangan seperti Makassar dan Surabaya," ujarnya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya