Pembebasan Ba’asyir Dinilai Bukan Kompromi dengan Terorisme

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, Jumat, 18 Januari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA – Keputusan Presiden Joko Widodo membebaskan terpidana kasus terorisme Abu Bakar Ba’asyir direspons beragam oleh masyarakat. Ada yang menyebut hal itu politis, bahkan ada juga yang mulai menyangsikan tekad Jokowi berantas terorisme.

8 Terduga Teroris Jaringan JI Ditangkap, Polisi Ungkap Ada yang Berperan Jadi Bendahara

Pengamat terorisme yang juga Rektor IAIN Pontianak M Syarif mengatakan, sebaiknya masyarakat tidak menanggapi keputusan itu di luar kerangka politik hukum dan kebijakan. Sebaliknya, pertimbangan di balik keputusan itulah yang sangat penting diuji.

"Pertimbangannya kan kemanusiaan. Dia sudah sepuh, umur 81 tahun, kesehatannya menurun, sakit-sakitan, butuh perawatan khusus bersama keluarga. Pertimbangan ini yang harus dilihat," kata Syarif, Minggu 20 Januari 2019.

Densus 88 Polri Tangkap 7 Terduga Teroris di Sulteng

Keputusan Jokowi ini dianggap cukup bijaksana karena aspek kemanusiaan adalah salah satu landasan dan paradigma hukum di Indonesia. Terlebih, Ba’asyir telah menjalani masa hukuman 9 tahun dari vonis 15 tahun penjara dan sejak akhir 2018, Ba'asyir sudah masuk waktu bebas bersyarat.

Menurut Syarif, ketakutan terhadap potensi ancaman teror setelah Ba’asyir dibebaskan sangat berlebihan. Sebab di samping sudah tua, Ba’asyir juga ditinggal pengikutnya dan sudah terputus dengan jaringan ekstremis, seperti Jaringan Anshar Daulah (JAD) dan Jaringan Ansharut Syiah (JAS). 

Dorong TNI Tindak Tegas OPM, Bamsoet: Negara Tidak akan Kalah dengan Kelompok Separatis

Jika ada indikasi Ba'asyir kembali melakukan aksi terorisme, aparat tinggal mencabut masa pembebasan bersyaratnya. "Jadi enggak usah khawatir, aparat kita sangat paham soal ini," ujarnya.

Tudingan yang menyebut Jokowi tidak komitmen terhadap terorisme karena pembebasan Ba'asyir, menurutnya, keliru. Justru di era Jokowi, pencegahan dan penanganan aksi-aksi terorisme sangat progresif. Pola pendekatan Jokowi dalam penanggulangan terorisme tidak hanya represif, tapi mulai juga masuk ke pola pendekatan kemanusiaan.

Keputusan Jokowi dinilai bukan bentuk kompromi dengan kelompok teroris, melainkan menunjukkan pada dunia bahwa penanganan terorisme di Indonesia sangatlah mengedepankan HAM.

"Di sini Jokowi ingin menunjukkan, dalam mengatasi teroris bisa dengan cara humanis namun tegas. Ketegasan pemberantasan terorisme di Indonesia sangat terlihat. Faktanya, tahun 2018 saja ada 396 terduga teroris yang ditangkap. Jadi pembebasan Ba'asyir ini bukan berarti kompromi dengan terorisme," ujar Syarif. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya