Pengadilan Tolak Gugatan Persatuan Pewarta terhadap Dewan Pers

Ilustrasi-Gedung Dewan Pers
Sumber :
  • VIVA.co.id/Istimewa

VIVA – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan perkara perdata terhadap Dewan Pers sebagaimana dimohonkan oleh Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) dan Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI).

Dewan Pers Ungkap Banyak Terima Keluhan tentang Media dari Institusi Kementerian

Majelis hakim, pada Rabu, 13 Februari 2019, memutuskan bahwa gugatan SPRI dan PPRI terhadap kebijakan Dewan Pers tidak dapat diterima dan kedua penggungat diwajibkan membayar biaya perkara.

Berdasarkan siaran pers Dewan Pers yang diterima VIVA, gugatan SPRI dan PPRI dilayangkan pada April 2018. Dewan Pers dianggap melakukan perbuatan melawan hukum, yaitu membuat kebijakan melampaui fungsi kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomo 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan.

Sepanjang 2023 Dewan Pers Terima 813 Aduan Kasus Pers, 97,7% Telah Diselesaikan

Dalam proses persidangan perkara perdata itu, Dewan Pers membantah dalil Para Penggugat dan lembaga itu mengklaim memiliki fungsi berdasarkan Undang-Undang Pers. Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa Dewan Pers berwenang mengeluarkan peraturan sebagai hasil proses memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan peraturan di bidang pers, khususnya peraturan tentang Standar Kompetensi Wartawan.

Setelah melalui seluruh proses persidangan selama sebelas bulan, pada Rabu, 13 Februari 2019, majelis hakim menyatakan bahwa “Gugatan Penguggat tidak dapat diterima (ditolak)” dan Penggugat dihukum membayar biaya perkara.

Soal Sengketa Pemberitaan, Dewan Pers Perintahkan Tempo Minta Maaf ke Bahlil

Majelis hakim mempertimbangkan tiga hal dalam memutuskan perkara itu. Pertama, pokok materi Gugatan Penggugat adalah perihal permohonan pembatalan kebijakan (peraturan) yang dibuat oleh Dewan Pers.

Kedua, karena pokok materi gugatannya adalah perihal permohonan pembatalan kebijakan (peraturan) Dewan Pers, maka harus diuji apakah regulasi (peraturan) yang dibuat oleh Dewan Pers bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan yang ada.

Ketiga, berdasarkan pertimbangan hukum poin kedua, kewenangan untuk menguji sah tidaknya (melanggar hukum) kebijakan (peraturan) dari Dewan Pers bukan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri melainkan badan peradilan lain.

Majelis hakim beralasan, kebijakan (peraturan) Dewan Pers berdasarkan tata urutan peraturan perundangan kedudukannya lebih rendah dari Undang-Undang. Maka pengujian sah atau tidaknya kebijakan (peraturan) Dewan Pers adalah menjadi kewenangan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya