Barang Bukti KPK di Perkara Lucas Dianggap Tak Bernilai

Ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Prof Said Karim, di sidang Lucas.
Sumber :
  • VIVA/ Edwin Firdaus.

VIVA - Sidang lanjutan dugaan merintangi penyidikan kasus mantan Petinggi PT Paramount Enterprise International, Eddy Sindoro, dengan terdakwa Lucas kembali digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 14 Februari 2019.

Kasus Suap-TPPU, Eks Panitera PN Jakut Rohadi Divonis 3,5 Tahun Bui

Dalam persidangan, terdakwa menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Hasanuddin, Prof Said Karim guna menguji keabsahan barang bukti rekaman antara Lucas dan Eddy Sindoro, yang dibeberkan Jaksa KPK.

Said menilai bahwa rekaman sadapan perbincangan Lucas yang dimiliki Jaksa KPK tidak bernilai hukum bila didapat dari proses yang tidak sah. Sebabnya, menurut Penasihat Hukum Lucas, Aldres Napitupulu, rekaman sadapan yang  didapat penyidik KPK itu diperoleh dari proses penyidikan Eddy, bukan Lucas.

Lucas Minta KPK Buka Blokir Rekening

Menanggapi pertanyaan Aldres, Prof Said menyatakan semestinya KPK spesifik dalam menyadap seseorang, termasuk dalam perkara yang mana. Kualitasnya akan berbeda pula bila dipakai untuk perkara lain.

"Tidak boleh untuk kepentingan perkara lain, dilakukan proses perekaman dan penyadapan, kemudian digunakan untuk perkara orang lain. Sesuai putusan MK itu, sifatnya khusus berkenaan dengan perkara tertentu, tidak bisa dipertukarkan. Itu tidak bisa dilakukan. Demikian yang terjadi, nilai pembuktiannya tidak bernilai hukum," kata Said Karim memberikan keterangan ahli.

Lucas Akan Tuntut Ganti Rugi Luar Biasa kepada KPK

Menurutnya, keterangan saksi yang benar adalah yang berkesesuaian. Dalam hal ini apabila ada dua atau tiga saksi menyampaikan hal yang sama maka hakim harus mengenyampingkan keterangan satu saksi yang berbeda.

"Jadi keterangan satu saksi harus dikesampingkan," kata Said.

Pada perkara ini, Lucas didakwa Jaksa KPK menghalang-halangi penyidikan terhadap Eddy Sindoro. Lucas diduga membantu Eddy melarikan diri ke luar negeri menghindari proses hukum di KPK. Adapun Eddy diduga suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk muluskan perkara-perkara Lippo. (lis)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya