Sudah Enam Bulan Kasus Korupsi Nur Mahmudi Mandek

Mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi saat ke Polresta Depok 13 September 2018.
Sumber :
  • VIVA / Zahrul Darmawan (Depok)

VIVA - Untuk kesekian kalinya, jaksa kembali menyerahkan berkas perkara korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail, dan mantan Sekretaris Daerah, Harry Prihanto, ke tangan penyidik. Alasannya pun tetap sama, polisi dianggap belum melengkapi berkas perkara.

Kejagung Tahan Rennier Tersangka Kasus Korupsi Asabri

Kepala Kejaksaan Negeri Kota Depok, Sufari, membenarkan hal itu. Namun, ia kembali tidak menjelaskan secara rinci kekurangan berkas pada kasus tersebut.

"Belum lengkap," katanya melalui pesan singkat yang disampaikan pada VIVA, Rabu 27 Februari 2019.

Keponakan Surya Paloh Mengaku Beli Mobil dari Tersangka Korupsi

Sufari mengatakan pihaknya mengembalikan berkas perkara kepada penyidik beberapa hari lalu. "Kemarin atau kemarin lusa sepertinya," kata dia.

Berdasarkan data yang dihimpun, berkas perkara itu telah empat kali bolak-balik dari tangan jaksa ke penyidik, dalam hal ini Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polresta Depok. Dan sampai sekarang kasusnya terkesan alot alias mandek.

KPK Setor Uang ke Kas Negara Rp1,1 Miliar dari Eks Pejabat Muara Enim

Sebelumnya, Sufari sempat membeberkan sederat alasan kenapa berkas kedua tersangka selalu di kembalikan ke penyidik Polresta Depok.

"Begini, jadi JPU (Jaksa Penuntut Umum) itu kan mempunyai kewajiban secara hukum sesuai KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) harus meneliti berkas. Pada saat pertama kita kan sudah meneliti. Dari berkas pertama itu kita memberikan petunjuk namanya P 19," katanya di hadapan awak media pada Rabu, 16 Januari 2019.

Selanjutnya, berkas itu dikembalikan ke penyidik agar dilakukan pembenahan dalam waktu 14 hari. "Setelah segala macam kemudian dikirim ke kita kembali, nah oleh jaksa dilakukan penelitian. Ternyata P 19 kami belum terpenuhi, belum dilengkapi," ujarnya.

Sufari menjelaskan, sesuai dengan KUHAP, penyidik mempunya kewajiban untuk melengkapi kembali dengan batas waktu 14 hari. Dan ketika memang mau dilengkapi, maka berkas itu pun harus dikembalikan oleh jaksa ke penyidik.

"Setelah tiga kali dikembalikan, kemudian kita melakukan penelitian kembali. Ternyata P 19 juga belum dilengkapi. Itu secara prosedur seperti itu," katanya.

Ketika dicecar soal materi apa yang harus dilengkapi, Sufari menjelaskan secara hukum acara, suatu perkara dinyatakan lengkap apabila terpenuhi syarat formil dan materil. Ketika dua hal itu tidak dipenuhi maka berkas tidak layak dilimpahkan ke pengadilan.

"Syarat formil kita sudah memberikan petunjuk. Syarat materil kita juga sudah memberikan petunjuk."

Adapun petunjuk materil itu, lanjut Sufari, adalah perbuatan tersangka harus didukung oleh alat bukti dan barang bukti. Sehingga itu bisa memenuhi unsur. Ketika perbuatan tersangka itu tidak dilengkapi atau tidak didukung oleh alat bukti dan barang bukti maka secara materil berkas perkara belum dinyatakan lengkap.

"Apa saja hal itu, ya tentu kita serahkan pada penyidik tidak bisa kita sampaikan secara umum. Petunjuk itu kan sudah kami berikan pada penyidik. Secara hukum, kita tidak bisa menyampaikan secara terbuka," katanya.

"Tidak semua yang transparan itu harus dibeberkan pada masyrakat," timpalnya lagi.

Jaksa, lanjut Sufari, mempunyai kewajiban untuk memenuhi syarat-syarat dalam KUHAP kepada penyidik. "Jadi tidak ada istilah berkasnya bolak-balik. Kami hanya memberikan petunjuk sekali. Selanjutnya kami meneliti kembali apakah petunjuk kami yang pertama terpenuhi atau tidak," tegasnya.

Sufari membantah ketika disinggung adanya ketidaksinkronan antara tim penyidik dengan tim kejaksaan dalam kasus tersebut. "Tidak ada itu ketidak singkronan. Kami tidak pernah mengatakan itu perdata. Kami memberikan petunjuk. Petunjuk itu kalau dilengkapi ya harus kita jalan dong. Itu saja. Tidak ada perbedaan persepsi," katanya.

Kewajiban dari jaksa peneliti itu, ujar Sufari, adalah memberikan petunjuk. Kalau sudah selesai berarti sudah memenuhi persyaratan. "Petunjuk kami sudah jelas, siapaun bisa baca, siapapun bisa menilai tentu dari penegak hukum," tuturnya.

Soal status tersangka apakah bisa bebas atau tidak, Sufari menegaskan, itu bukan kewenangan jaksa. Menurutnya, jaksa itu kewajibannya hanya memberikan petunjuk terhadap hasil penyelidikan yang berupa berkas tersebut. Selain dari itu, jaksa tidak bisa memberikan komentar karena bukan kewenangannya.

"Jadi jangan terlalu berandai-andai ke sana. Selangkah demi selangkah harus kita selesaikan."

Yang jelas, lanjut Sufari, pihaknya berkomitmen untuk menangani perkara korupsi. Termasuk yang saat ini sedang menjerat dua mantan pejabat Depok tersebut. "Kalau tidak komit ngapain kita beri petunjuk. Jadi memberi petunjuk itu suatu bentuk kesungguhan kami. Itu bisa dinilai secara akademis maupun ilmiah. Silahkan itu di dalami, diartikan masing-masing," ujarnya.

"Sepanjang itu dilengkapi pasti kita jalan. Dalam KUHAP itu ada asas praduga tak bersalah. Semuanya ada tolak ukurnya. Jadi jelas ya."

Untuk diketahui, Nur Mahmudi dan mantan anak buahnya, Harry Prihanto telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pembebasan Jalan Nangka, Kecamatan Tapos, pada 20 Agustus 2018 lalu. Keduanya diduga merugikan negara senilai Rp10,7 miliar.

Dana tersebut disebut-sebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD yang keluar tanpa persetujuan DPRD setempat. Hingga kini, proyek itu belum jelas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya