KPK Ungkap Kasus Korupsi Rugikan Negara Rp39,2 Miliar di Riau

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ridho Permana

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sore ini menggelar konferensi pers. Hal ini menyangkut dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jembatan Waterfront City atau jembatan Bangkinang tahun anggaran 2015-2016 di Kabupaten Kampar, Riau. 

Kabar Sandra Dewi Dicekal Kejagung, Pengacara Harvey Moeis Bilang Begini

Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, sebagaimana diatur pada Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK telah menyelesaikan penyelidikan dengan mengumpulkan informasi dan data hingga terpenuhinya bukti permulaan yang cukup. Maka KPK meningkatkan perkara ini ke tingkat penyidikan. 

"Dalam proses penyidikan tersebut, KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka, yaitu AND Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Jembatan Waterfront Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Kampar, Riau. Kedua IKS, Manajer Wilayah ll PT Wijaya Karya Tbk / Manajer Divisi Operasi I PT Wijaya Karya Tbk," kata Saut di Gedung KPK, Kamis 14 Maret 2019.

Pj Gubernur Sumsel Agus Fatoni Ungkap 2 Hal yang Dilakukan Guna Mencegah Korupsi

Saut menambahkan, para tersangka diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi. Selain itu, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara.

"Dua tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," jelasnya.

Komjak Soroti Penanganan Kasus Dugaan Korupsi Emas di Kejaksaan

Saut pun menjabarkan konstruksi perkara yang diduga sebagai berikut:

Pemerintah Kabupaten Kampar mencanangkan beberapa proyek strategis di antaranya adalah Pembangunan Jembatan Bangkinang atau yang kemudian dlsebut dengan Jembatan Waterfront City. 

Pada pertengahan 2013, diduga ADN mangadakan pertemuan di Jakarta dengan IKS, Manajer Wilayah II PT Wijaya Karya dan beberapa plhak Iainnya. Dalam pertemuan itu, ADN memerintahkan pemberian lnforrnasi tentang desain jembatan dan Engineer’s Estimate kepada IKS.

Pada 19 Agustus 2013, Kantor Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kampar mengumumkan lelang Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi. Lelang ini dimenangkan oleh PT Wijaya Karya Tbk. 

Pada Oktober 2013 ditandatangani Kontrak Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2013 dengan nilai Rp15.198.470.500,00 dengan ruang lingkup pekerjaan pondasi jembatan dan masa pelaksanaan sampai 20 Desember 2014. 

Setelah kontrak tersebut, ADN meminta pembuatan Engineer’s Estimate Pembangunan Jembatan Waterfront City Tahun Anggaran 2014 kepada konsultan, dan IKS meminta kenaikan harga satuan untuk beberapa pekerjaan. 

KPK menduga kerja sama antara AND dan IKS terkait penetapan Harga Perkiraan Sendiri ini terus berlanjut di tahun berikutnya sampai pelaksanaan pembangunan Jembatan Waterfront City secara tahun jamak yang dibiayai APBD Tahun 2015, APBD Perubahan Tahun 2015 dan APBD Tahun 2016.

"Atas perbuatan ini, ADN diduga menerima uang kurang Iebih sebesar Rp1 miliar atau 1 persen dari nilai nilai kontrak. Diduga terjadi kolusi dan pengaturan tender yang melanggar hukum yang dilakukan oleh para tersangka," tegas Saut.

Saut menuturkan, diduga dalam proyek ini telah terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp39,2 Miliar dari nilai proyek pembangunan Jembatan Waterfront City secara tahun jamak di tahun anggaran 2015 dan 2016 dengan total Rp117,68 Miliar. 

"KPK sangat menyesalkan korupsi di sektor infrastruktur ini terjadi, karena semestinya jembatan yang dibangun tersebut dapat dinikmati masyarakat di Kabupaten Kampar, Riau secara maksimal. Namun akibat korupsi yang dilakukan, selain ada dugaan aliran dana pada tersangka, juga terjadi indikasi kerugian negara yang cukup besar," sesalnya.

"KPK juga menyangkangkan ketika korupsi terjadi melibatkan pejabat-pejabat yang berada pada BUMN yang mengerjakan konstruksi, dalam hal ini PT Wijaya Karya Tbk. Karena semestinya sebagai perusahaan milik negara, BUMN menerapkan prinsip kehati-hatian yang Iebih dibanding sektor swasta Iain dan juga seharusnya ada sikap tegas di kepemimpinan BUMN untuk menerapkan good corporate governance (GCG). Apalagi dalam proyek konstruksi, jika korupsi tidak terjadi maka masyarakat akan Iebih menikmati hasil pembangunan tersebut," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya