Pemkab Pidie Kaji Ulang Usulan Paramedis Tak Layani Bukan Muhrim

Ilustrasi perawatan kecantikan
Sumber :
  • Foto/Istimewa

VIVA – Pemerintah Kabupaten Pidie akan mengkaji ulang soal usulan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Pidie, terkait perawat tidak melayani pasien yang bukan muhrim.

Pengakuan Ibu di Bangkalan, Melahirkan Bayi dengan Kepala Tertinggal di Rahim

Pemkab Pidie akan melihat terlebih dahulu kesiapan dan keberimbangan jumlah perawat yang ada di rumah sakit umum dan puskesmas setempat. Hal itu dilakukan agar usulan itu tidak tergesa-gesa jika diterapkan.

“Ini menjadi bahan masukan. Dan besar kemungkinan diterapkan. Bupati pasti sudah membaca surat itu, karena bupati Pidie dan MPU Pidie selalu menggelar pertemuan bulanan,” kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemkab Pidie, Muhammad Fadhil melalui pesan singkatnya, Jumat, 22 Maret 2019.

Permintaan Perawat Bekerja di Luar Negeri Besar, P3MI Ungkap Tantangan dan Solusinya

Ia tak menampik, usulan ulama itu bisa diterapkan jika tidak bertentangan dengan aturan yang ada. “Setuju, selama tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Makanya kami akan melakukan pengkajian dahulu,” kata dia.

Sebelumnya, MPU Pidie menyurati pemkab setempat terkait usulan perawat yang tidak melayani yang bukan muhrimnya. Pada poin tiga surat bernomor 451.7/089/2019 M, MPU Pidie meminta, agar pelayanan keperawatan di rumah sakit hendaknya pasien laki-laki dirawat oleh petugas pria. Begitu juga sebaliknya, pasien perempuan dirawat oleh perawat perempuan.

WNI Ditangkap di Jepang karena Terlantarkan Anak Seorang Perawat Berusia 21 Tahun

Pemisahan petugas rawat antara laki-laki dan perempuan, selain untuk mewujudkan kota Islami, juga disebut untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Wakil Ketua I MPU Pidie, Teungku H Ilyas Abdullah menyebutkan, hal itu hanya masukan yang diberikan kepada bupati. Persoalan jumlah perawat pria dan wanita yang tidak merata, lanjut dia, pihaknya menyerahkan persoalan itu ke instansi terkait.

“Sekarang kita lihat perawat banyak perempuan dan laki-laki. Persoalan dokter itu lain. Kita belum sampai ke situ, coba dipisahkan. Misalnya yang ada dokter saraf perempuan, bagaimana tidak melayani pasien laki-laki,” ujar Teungku H Ilyas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya