Masalah Jabatan Rektor UIN, Mahfud Bantah Gebyah Uyah

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD saat akan meninggalkan Gedung KPK di Jakarta, Rabu, 27 Februari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD menyampaikan penjelasan mengenai pernyataannya di acara Indonesia Lawyers Club, tvOne, Selasa, 19 Maret 2019, mengenai masalah jabatan rektor Universitas Islam Negeri dan dugaan adanya praktik jual beli jabatan. Mahfud mengatakan pernyataannya itu masih terus menjadi diskusi.

Klaim 40 Persen Pemilihnya Dukung Prabowo-Gibran, PPP Isyaratkan Siap Pindah Koalisi

"Ada yang salah paham, misalnya, mengatakan saya menggebyah-uyah bahwa di UIN/IAIN se-Indonesia ada jual beli jabatan rektor. Bagi yang salah paham sebaiknya ditonton lagi di Youtube seluruh statement saya itu," kata Mahfud melalui akun Twitternya, @mohmahfudmd, dikutip VIVA, Jumat, 22 Maret 2019.

Mahfud menuturkan, sejauh menyangkut penetapan rektor di UIN/IAIN secara definitif, dia hanya menyebut tiga kasus yakni UIN Makassar, UIN Jakarta, IAIN Meulaboh. Tidak ada gebyah uyah.

KPK Minim OTT, Alex Marwata: Banyak Pejabat Negara Sudah Tahu HP Disadap

"Semuanya hanya tiga dan semua ada nama subyeknya yang bisa dikonfirmasi sebagai sumber. Untuk UIN Makassar subyeknya adalah Andi Faisal Bakti," kata Mahfud lagi.

Mahfud mengatakan, Andi Faisal Bakti (AFB) menang pemilihan di UIN Makassar, dibatalkan, lalu menggugat ke PTUN dan menang tapi Kementerian Agama tetap tidak mau mengangkat. Dia menuturkan kasus AFB di UIN Makassar tidak terkait dengan PMA No. 68 karena saat itu (2014/2015) PMA tersebut belum lahir.

Nurul Ghufron: KPK Bukan Ingin Meninggalkan OTT, tapi Pencegahan Lebih Beradab

"Kasus AFB yg terkait dgn PMA 68 adalah di Jakarta," katanya.

Pada tahun 2018, lanjutnya, AFB tidak ditetapkan sebagai rektor oleh Kemenag meskipun menempati ranking satu. Pilihan Kemenag yang jatuh kepada selain AFB didasarkan pada PMA No.68.

"Itu memang tidak salah secara prosedural karena hal itu memang kewenangan menag untuk menetapkan satu dari tiga yang diajukan oleh UIN/IAIN yang bersangkutan," ujarnya.

Tetapi tetap saja, kata Mahfud, ketidaksalahan prosedural itu menimbulkan pertanyaan. Apalagi AFB pada periode sebelumnya pernah menang sampai di pengadilan tapi tidak dilantik.

Kemudian, untuk kasus di UIN Melauboh subyeknya adalah Syamsuar yang semula merupakan calon intern satu-satunya tapi kemudian dikalahkan oleh calon luar. Mahfud menuturkan tidak diangkatnya Syamsuar itu pun menimbulkan ketidakpuasan meski sudah sesuai dengan prosedur.

"Sejauh menyangkut UIN/IAIN hanya 3 itulah yang saya sampaikan, lengkap dengan peristiwa dan segala identitas subyek yang bisa diklarifikasi. Adapun soal UIN Malang peristiwanya disampaikan oleh Prof. Mujia," tuturnya.

Mahfud mengaku tidak pernah mengatakan ada dagang jabatan di UIN/IAIN manapun. Urusan dagang jabatan itu dibahas oleh pembicara-pembicara sebelumnya dalam konteks penentuan jabatan di birokrasi yang berujung pada OTT-nya M. Romahurmuziy.

"Saya juga tidak pernah mengatakan bahwa dalam pengangkatan rektor UIN Jakarta ada suap sebesar 5 M," ujarnya.

"Lihat baik-baik, sejauh menyangkut isu uang 5 M itu saya hanya menyampaikan bahwa saya dan Pak Jasin sama-sama mendapat informasi tentang adanya orang yang datang ke AFB meminta uang 5 M. Tapi saya tidak menyebut apa itu benar dan siapa yang meminta. Sebab bisa saja itu hanya orng yang mengaku-aku utusan pejabat," lanjutnya.

Menyangkut penangkapan Rommy, Mahfud mengaku dua hari ini mendapat informasi dan dokumen-dokumen baru dari banyak daerah dan UIN. Dia mengatakan banyak juga yang ingin ketemu untuk bersaksi.

"Semakin panas jika dibuka ke publik. Menurut saya masalah pidananya biar diusut oleh KPK. Hukum administrasinya, benahi total," kata Mahfud.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya