Polri: Konten Provokatif Naik 40 Persen Usai Pengumuman Quick Count

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo (tengah) bersama Direktur Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Rachmad Wibowo (kiri), Kasubdit I Dittipidsiber Bareskrim Polri Kombes Pol
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA – Polisi meminta para tokoh bangsa tidak menyampaikan narasi yang provokatif pasca-penghitungan cepat atau quick count hasil pemilu 2019. Polisi meminta agar para tokoh, termasuk seluruh masyarakat untuk menunggu hasil resmi dari KPU.

5 Polisi di Kolaka Ditangkap karena Keroyok Warga hingga Babak Belur, Kapolres Minta Maaf

"Kami harapkan tokoh-tokoh tidak provokatif. Massanya sabar, tenang, menunggu pengumuman resmi (hasil penghitungan suara) KPU," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis, 18 April 2019.

Saat ini, kata Dedi, pihaknya masih mengidentifikasi narasi-narasi yang bersifat provokatif apakah masuk delik pelanggaran pidana atau tidak.

Brigjen Nurul Bicara Strategi STIK Lemdiklat Cetak Pemimpin Polri yang Mumpuni

Dari catatannya, terjadi peningkatan konten provokatif sebanyak 40 persen di media sosial berdasarkan hasil patroli siber Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sejak kemarin malam hingga pagi tadi.

"Semua dipelajari. Kalau apa yang disampaikan itu berakibat memprovokasi massa hingga ada aksinya, itu kan ada teori sebab akibat, kenapa masyarakat bergerak, karena ada sebabnya. Misalnya karena ada yang menyampaikan narasi ini, voice ini sehingga masyarakat bergerak," ujar Dedi.

Ternyata Syarat Usia Minimal Punya SIM Tidak Semuanya 17 Tahun, Cek Aturannya

Dedi meminta tokoh-tokoh untuk berhati-hati dalam memilih diksi saat berbicara agar situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) terjaga.

"Mohon seluruh tokoh untuk dapat mengendalikan masyarakat, bisa menyampaikan atau memilih diksi dalam narasinya yang sejuk, yang menjaga persatuan kesatuan, tidak provokatif, menjaga toleransi. Jangan sampai diksinya dalam narasi sifatnya memprovokasi karena itu berbahaya," kata Dedi.

Ancaman Bui

Polisi menegaskan ancaman maksimal bagi provokator adalah hukuman pidana 10 tahun penjara. Hal ini disampaikan mengingat konten provokatif meningkat 40 persen di media sosial.
 
"Kalo buat onar, sesuai pasal di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, ancaman hukuman bisa 10 tahun penjara," kata Dedi.

Polisi menuturkan konten provokatif meningkat sejak malam kemarin, Rabu, 17 April. Tepatnya setelah lembaga-lembaga survei mengumumkan hasil hitung cepat atau quick count Pilpres 2019.

Dedi mengatakan polisi tak akan tebang pilih dalam menindak provokator. Siapa pun yang terbukti melakukan provokasi, tambah Dedi, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.

"Polisi bertindak murni berdasarkan fakta hukum, tidak melihat afiliasi-afiliasi. Kalau ada perbuatan melawan hukum, itu harus dipertanggungjawabkan yang melakukan itu. Siapa pun yang terbukti, harus bertanggung jawab atas perbuatannya," ujar Dedi.

Sebelumnya, Dedi menyampaikan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim sudah berkomunikasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk mengatasi akun-akun penyebar konten-konten provokatif tersebut.

Jika akun yang menyebarkan konten provokatif itu sudah terdeteksi, Polri akan menegakkan hukum.

"Yang jelas sampai tadi pagi jam 9 hasil komunikasi saya terus dilakukan, baik yang bersifat komunikasi dengan Kemkominfo untuk take down, blokir dan melakukan profiling dan identifikasi akun-akun penyebar konten provokatif," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya