Petinggi KONI Sebut Uang untuk Muktamar, NU Bilang Mengada-ada

Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy (tengah) berjalan keluar seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 20 Desember 2018.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Dana hibah Kementerian Pemuda dan Olah Raga kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia yang diusut KPK diduga mengalir untuk kegiatan Muktamar Nahdlatul Ulama di Jawa Timur. 

PBNU Beri Ucapan Selamat ke Prabowo-Gibran sebagai Pemenang Pilpres 2024

Hal itu terungkap ketika Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah bersaksi untuk terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara KONI Johny E Awuy di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 25 April 2019.

Mulanya, di hadapan majelis hakim Lina mengaku pernah dititipkan uang Rp300 juta oleh Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy. Uang itu kemudian digunakan Hamidy untuk pelaksanaan Muktamar Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, pada 2015.

Hilal Tak Terlihat, Gus Yahya-PBNU: Besok Belum Masuk Ramadhan

"Pak Hamidy sore-sore ke Kemenpora, menitipkan uang, kalau tak salah Rp300 juta. Terus malam itu Pak Hamidy berangkat ke Surabaya bersama Pak Alfitra Kemenpora waktu itu," kata Lina.

Sebelum berangkat ke Surabaya, kata Lina, Hamidy berpesan agar sewaktu-waktu uang itu dibutuhkan, Lina dapat mengantarnya ke Surabaya. Jaksa menduga uang senilai Rp300 juta itu berasal dari dana hibah yang diterima KONI dari Kemenpora.

4 Ketentuan Penting dalam Penentuan Hilal Awal Bulan Hijriah

Keesokan harinya, Hamidy menghubungi Lina karena membutuhkan uang. Lina kemudian langsung berangkat ke Surabaya dan menyerahkan uang itu kepada Hamidy di Bandara Surabaya.

"Informasi dari Pak Hamidy, uang itu untuk Muktamar NU," ujarnya.

Jaksa kemudian mengonfirmasi kaitan antara Hamidy dengan NU. Namun Lina berdalih tidak tahu.

Suap dana hibah

Nama Miftahul Ulum disebut jaksa KPK dalam surat dakwaan terhadap Sekjen dan Bendahara Umum KONI bahwa sejak awal Ulum mengarahkan agar pejabat KONI memberikan fee kepada pihak Kemenpora RI. 

Dalam kasus itu, Ending dan Johny didakwa menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga pada Kemenpora Mulyana, pejabat pembuat komitmen pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.

Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang-barang ini bertujuan agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.

Bantahan NU

Dalam keterangan tertulis kepada VIVA, NU terang-terangan membantah keterangan Lina. Robikin Emhas, Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Pengurus Besar NU, mula-mula mengingatkan bahwa perkara suap itu sebenarnya terjadi tahun 2018.

“Jangan mengada-ada, ah. Sidang kasus tersebut adalah perkara suap-menyuap tahun kemarin, bukan? Lalu apa hubungannya?”

Robikin melansir keterangan Lina bahwa uang Rp 300 juta yang dimaksudkan adalah di tahun anggaran 2016. Tetapi, dia mengingatkan lagi, Muktamar NU Jombang adalah tahun 2015. “Jadi, dari segi waktu itu tidak make sense.”

Sebetulnya, menurut Robikin, lalu lintas keuangan ada mekanisme tersendiri. Tidak semua orang memiliki kewenangan untuk menerima dan mengeluarkan uang, meski dalam suatu kepanitiaan kegiatan. Semua itu untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

“Jangan orang mengatasnamakan kepanitiaan tertentu dan membawa-bawa nama NU, lalu NU yang disebut-sebut. Itu bisa menjadi fitnah bagi NU,” ujarnya.

Dia berharap penegakan hukum bidang korupsi fokus pada upaya pemberantasan korupsi. NU mendukung itu tetapi jangan ada sikap mengarahkan tuduhan atau insinuatif.

Robikin sudah mengonfirmasi langsung kepada Fanani, Wakil Bendahara Panitia Muktamar NU, tentang keterangan Lina dalam persidangan. “Beliau memastikan tidak ada uang sesen pun yang diterima Panitia Muktamar dari KONI.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya