Tim Asistensi Hukum Wiranto Disebut Punya Enam Masalah

Menko Polhukam Wiranto
Sumber :
  • Reza Fajri

VIVA – Tim Asistensi Hukum bentukan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto menuai kontroversi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyebut ada enam masalah di dalamnya.

Momen Wiranto dan AHY Ikut Bermalam di IKN Nusantara Bareng Jokowi

Pertama, penerbitan keputusan menteri itu diduga kuat merupakan bentuk penyimpangan prinsip trias politika atau pembagian kekuasaan eksekutif, yudikatif, dan legislatif.

"Kepmen ini jelas membuka ruang intervensi kekuasaan eksekutif terhadap proses penegakan hukum yang ada di ranah yudikatif atau peradilan," kata Direktur LBH Jakarta, Arif Maulana, lewat keterangan resminya, Selasa 14 Mei 2019.

Wiranto Sebut Hadi Tjahjanto Sosok Tepat Jadi Menko Polhukam, Paham Anatomi Ancaman

Kedua, pembentukan tim ini sarat dengan pelanggaran atas prinsip administrasi pemerintahan. Ketiga, hal ini juga bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik, seperti asas kepastian hukum, kemanfaatan, ketidakberpihakan, tidak salah gunakan kewenangan, hingga kepentingan umum.

"Pembentuan Tim Asistensi Hukum justru akan menimbulkan kegaduhan dan ketakutan bagi warga negara, berpotensi parsial atau memihak kelompok tertentu, yang dalam hal ini rezim atau politisi status quo," ujar Arif.

Wiranto: Saya Sebagai Pembina TKN, Bersaksi Tak Ada Agenda Apalagi Rencanakan Kecurangan

Kemudian keempat, adanya tim ini merupakan bentuk ketidakpercayaan pemerintah terhadap aparat penegak hukum. Kelima, tim juga diduga kuat dibentuk untuk kepentingan politik yang hanya menguntungkan kelompok tertentu pada jangka waktu tertentu.

"Artinya, keputusan ini bersifat sementara dan reaksioner, demi merespons serta mengamankan situasi usai Pemilu 2019 yang penuh hingar bingar polarisasi politik identitas, dan kampanye hitam yang ditujukan kepada kelompok petahana," kata Arif.

Keenam, keberadaan tim dinilai berpotensi melanggar prinsip hak asasi manusia dan demokrasi. Tugas tim juga dianggap berpotensi membungkam kemerdekaan berekspresi, berpikir, dan berpendapat warga negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya