Jelang Lebaran, Menteri PAN-RB Ingatkan ASN Tak Terima Parsel

Ilustrasi Parcel
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rahmad

VIVA – Mudik menjadi tradisi sebagian besar masyarakat Indonesia menjelang Lebaran, tidak terkecuali Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun demikian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Syafruddin, menegaskan, agar para ASN tetap menjalani aturan yang ada, salah satunya tidak menggunakan mobil dinas untuk mudik Lebaran. 

Cegah Kecurangan dalam Seleksi ASN, Menpan-RB Siapkan Teknologi Face Recognition

Hal tersebut telah tertuang dalam surat imbauan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melarang ASN menggunakan fasilitas negara untuk pulang ke kampung halaman. Menurutnya, saat Lebaran, mobil dinas dipergunakan untuk kedinasan dan tidak boleh dipergunakan bagi kepentingan pribadi. 

Selain itu, mantan wakapolri ini juga mengimbau para aparatur negara tidak menggunakan sepeda motor untuk pulang mudik bertemu sanak keluarga.

Kemenpan-RB Siapkan 200 Ribu Formasi Calon ASN untuk Ditempatkan di IKN

"Saya mengimbau agar ASN tidak menggunakan motor untuk mudik Lebaran, karena penggunaan kendaraan roda dua untuk mudik sangat rawan. Jumlah kecelakaan lalu lintas saat mudik Lebaran didominasi oleh sepeda motor,” ujar Syafruddin dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 28 Mei 2019.

Menurutnya, terdapat beberapa pilihan agar tetap aman dan nyaman pulang ke kampung halaman, seperti sepeda motor yang dimasukkan ke dalam gerbong kereta, untuk kemudian digunakan pada saat tiba di kota tujuan. 

Menpan-RB Sebut ASN 38 Kementerian-Lembaga Prioritas Pindah ke IKN setelah Agustus

Selain itu, dapat menggunakan bus, kereta api, atau memanfaatkan mudik gratis yang diselenggarakan oleh banyak instansi.

Hal lain yang dilarang untuk ASN adalah menerima bingkisan atau parsel Lebaran. Menteri Syafruddin menegaskan agar segenap ASN tidak menerima bingkisan Lebaran dalam bentuk apa pun, sebab parsel dapat diindikasikan sebagai gratifikasi atau suap.

Menteri Syafruddin mengajak para ASN yang mendapatkan kiriman parsel agar hanya menerima kartu ucapan yang biasa tertera pada parsel, dan untuk bingkisan dapat dikembalikan ke pihak yang mengirim.

"Bagi ASN yang membandel menerima parsel akan menerima risiko masing-masing, yakni dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," katanya.

Sebelumnya, KPK telah menerbitkan Surat Edaran perihal imbauan pencegahan gratifikasi terkait hari raya keagamaan. Dalam surat edaran nomor B/3956/GTF.00.02/01-13/05/2019 dijelaskan beberapa hal terkait larangan ASN menerima parsel.

Dijelaskan, sebagai pegawai negeri/penyelenggara negara dilarang menerima gratifikasi, baik berupa uang, bingkisan atau parsel, fasilitas, dan bentuk pemberian lainnya yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. 

Penerimaan gratifikasi dapat menimbulkan konflik kepentingan, bertentangan dengan peraturan/kode etik, dan memiliki risiko sanksi pidana.

Dalam surat edaran tersebut juga disampaikan apabila ASN sebagai penyelenggara negara menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, maka diwajibkan melaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan gratifikasi. 

Hal tersebut juga diatur dalam Undang Undang No. 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, para aparatur negara dilarang melakukan permintaan dana, sumbangan, dan hadiah sebagai Tunjangan Hari Raya (THR), kepada masyarakat, perusahaan, ataupun penyelenggara negara lainnya, baik secara lisan atau tertulis, karena dapat berindikasi pada tindak pidana korupsi. 

Kemudian, terhadap penerimaan gratifikasi berupa bingkisan makanan yang mudah rusak dan kedaluwarsa dapat disalurkan sebagai bantuan sosial ke panti asuhan, panti jompo, dan pihak yang membutuhkan, serta melaporkan kepada instansi masing-masing yang disertai dengan dokumentasi penyerahan. Selanjutnya, instansi melaporkan rekapitulasi penerimaan tersebut kepada KPK.

Disampaikan juga bagi pimpinan Kementerian/Lembaga/Organisasi/Pemerintah Daerah dan BUMN/BUMD diharapkan dapat melakukan tindakan pencegahan korupsi dengan memberikan imbauan kepada para pegawai dengan menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. 

Selain itu, para pimpinan instansi juga dapat menerbitkan surat edaran terbuka melalui media massa yang ditujukan kepada para pemangku kepentingan agar tidak memberikan gratifikasi dalam bentuk apapun kepada penyelenggara negara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya