LPSK Tak Bisa Lindungi Saksi Sengketa Hasil Pilpres karena Dibatasi UU

LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban)
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVA – Tim Hukum Prabowo-Sandi dalam sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU di Mahkamah Konsitusi mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada Sabtu petang, 15 Juni 2019. Dalam kesempatan tersebut, tim hukum Prabowo-Sandi diterima oleh Ketua LPSK, Atmojo Suroyo, dan Komisioner LPSK lainnya yakni Susilamingtias, Achmadi, dan Livia Istania.

Keluarga Korban Perundungan SMA Binus BSD Serpong Mengaku Diteror OTK

Tenaga Ahli LPSK, Rully Novian, mengatakan kedatangan tim hukum Prabowo-Sandi untuk meminta nasihat kepada LPSK mengenai perlindungan terhadap saksi yang dilibatkan dalam sengketa PHPU di Mahkamah Konstitusi. Namun LPSK sendiri terbatas oleh undang-undang untuk menjalankan tugasnya.

Dalam undang-undang nomor 31 tahun 2014, ada poin penting yang menyatakan bahwa perlindungan saksi dan korban diberikan dalam proses pidana yang terdapat penyelidikan, penyidikan dan proses selanjutnya. Sedangkan proses PHPU di MK belum dapat dipastikan masuk kategori pidana atau bukan.

Korban Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Universitas Pancasila Ajukan Perlindungan ke LPSK

"Apakah sidang di MK termasuk ke dalam kategori proses peradilan pidana. Kalau kita bicara tentang itu lebih jauh seperti apa, advice LPSK seperti apa dalam proses ini, itu yang tadi kita diskusikan," kata Rully di Kantor LPSK, Sabtu petang

LPSK juga menganjurkan kepada tim kuasa hukum Prabowo-Sandi untuk berdiskusi dengan MK. Saat ini, antara LPSK dan MK juga sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) sehingga terkait hal ini dapat dibicarakan dan didiskusikan dengan MK.

LPSK Minta Semua Pihak Lindungi Privasi Korban Kasus Perundungan di Binus Serpong

"Kita berikan catatan kepada kuasa hukum tentunya diskusi ini harus dikordinasikan dengan MK sebagai penyelenggara persidangan pilpres ini," ujarnya

Sementara itu, Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto, mengatakan, ada lima hal yang telah didiskusikan. Pertama meminta nasihat, kedua adalah bagaimana agar bisa keluar dari keterbatasan yang dimiliki LPSK atas undang-undang yang ada, dengan salah satunya melakukan pemeriksaan saksi melalui teleconference.

"Apakah kita bisa keluar dari jebakan keterbatasan itu. Sehingga kemudian di-exercising beberapa kemungkinan. Poin ketiga misalnya, apa contohnya, dengan sangat baik, di LPSK ini, pernah melakukan berbagai terobosan yang jarang sekali terdengar, dan tersosialisasi. Misalnya saja bisa dilakukan proses pemeriksaan dengan teleconference," ujarnya

Ketiga, LPSK memiliki banyak terobosan yang jarang terdengar dan dipublikasikan dengan baik dalam soal pemeriksaan terhadap saksi yang dilindungi. "Misal, pemeriksaan (saksi dan ahli) dengan teleconference, dengan menutup sebagian informasi yang ada pada saksi, bahkan pemeriksaan dengan menggunakan tirai," terang Bambang.

Keempat, membahas kemungkinan keterbatasan itu diselesaikan dengan beberapa kebijakan yang diambil MK. Bambang berharap MK bisa memberikan peran strategis jauh lebih besar.

"Mudah-mudahan keterbatasan itu bisa diterobos kalau saja MK itu justru memberikan peran strategisnya yang jauh lebih besar. Misalnya apakah mungkin MK memerintahkan LPSK untuk melindungi saksi yang diajukan dan kendati ada keterbatasan soal pidana, tapi Mahkamah karena mau mewujudkan pemilu yang adil dan jujur, maka dipandang perlu kesaksian-kesaksian yang bisa mewujudkan keadilan dan kejujuran, itu dilakukan," ujarnya

Kelima, tim kuasa hukum memutuskan untuk membuat surat kepada MK. Bambang berharap surat ini dapat memastikan proses pemeriksaan saksi dan ahli di MK dibebaskan dari rasa ketakutan. "Mudah-mudahan kesaksian yang dihadirkan betul-betul menjamin proses di Mahkamah konstitusi jauh lebih dahsyat dari periode sebelumnya," ujarnya
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya