Pelesiran Novanto, Ditjen PAS Pastikan Sistem Berjalan

Narapidana kasus korupsi KTP elektronik, Setya Novanto (kanan).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Adam Bariq

VIVA – Desakan terhadap Dirjen Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami, untuk mundur mencuat terkait kasus mantan Ketua DPR Setya Novanto yang kedapatan pelesiran di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Padahal, Novanto seharusnya mendekam di Lapas Sukamiskin terkait kasus korupsi e-KTP.

Setya Novanto Acungkan 2 Jari Saat Nyoblos di Lapas Sukamiskin

Menurut Ketua Balai Pertimbangan Pemasyarakatan Hasanuddin Masaile, Ditjen PAS sebagaimana birokrasi lain dalam pemerintahan, mengenal pembagian tanggung jawab dan wewenang pada jajaran pemasyarakatan.

Karena itu, tidak selayaknya jika terjadi masalah yang menjadi tanggung jawab dan kewenangan pada tingkat bawah, serta merta pemangku kewenangan yang jauh di atasnya dianggap harus bertanggung jawab penuh atas masalah tersebut.

Polisi Didesak Segera Usut Pernyataan Agus Rahardjo Soal Jokowi Stop Kasus e-KTP

Setya Novanto adalah terpidana 15 tahun penjara, kabur usai melakukan pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Santosa, Bandung. Novanto disebutkan berobat sejak Rabu 12 Juni dan menjalani rawat inap karena sakit pada lengannya. Novanto telah dipindahkan dari Lapas Sukamiskin, Bandung, ke Lapas Gunung Sindur, Kabupaten Bogor,  yang merupakan lapas dengan keamanan super maksimum.

Menurut Hasanuddin, pembagian tugas itu dilakukan untuk membuat supervisi, kontrol dan pengendalian wewenang menjadi lebih efektif. Lapas, rutan, bapas dan rupbasan itu berada dalam pengawasan langsung kantor wilayah.

INFOGRAFIK: Cara Buat KTP Digital

“Berobatnya Setya Novanto itu kewenangan wilayah, kecuali berobatnya keluar wilayah, izin diberikan pusat,” katanya melalui keterangan resmi, Senin, 17 Juni 2019.

Menurut Hasanuddin, dirinya percaya akan sistem. Sistem jelas jauh lebih efektif daripada apa yang disebutnya ‘kontrol sana kontrol sini atau ngomong sana ngomong sini’.

“Bila sistem yang kita bangun baik dan mengontrol dengan baik, Insya Allah itu akan membantu lembaga berjalan dengan baik sesuai tugasnya,” kata mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan HAM tersebut.  

Hasanuddin melihat, Dirjen Sri Puguh Utami selama ini justru merupakan figur yang sangat antusias menggalakkan penerapan sistem yang lebih baik bagi upaya efisiensi, efektivitas dan pemanusiaan sistem pemasyarakatan melalui program revitalisasi pemasyarakatan.

Senada dengan Hasanuddin, pemerhati  pemasyarakatan Kris Budihardjo juga menanggapi skeptis tuntutan sebagian pihak tersebut. Bukan saja tidak yakin dengan efektivitas cara tersebut, Kris justru meragukan adanya keadilan dalam tuntutan langsung tersebut.

“Saya melihat aturan, prosedur standard opersional (SOP) serta arahan sudah disampaikan, penguatan jajaran pemasyarakatan sudah dilakukan, yang melanggar begitu ketahuan segera ditindak. Kalau ada kesalahan di tingkat unit pelaksana teknis (UPT) lalu dirjen yang diganti, apakah efektif? Atau justru sebaliknya karena yang duduk nanti orang baru yang masih harus belajar, minimal beradaptasi. Selain itu, bagaimana dengan berbagai keberhasilan yang sudah dicapai, apakah akan kita abaikan dan menutup mata?” kata Kris.

Berkaitan dengan pemberian izin bagi Novanto untuk berobat, Kris melihat yang terjadi bukanlah pemberian previlese (hak istimewa) sebagaimana banyak dituding sebagian kalangan. Ia melihat hal itu dari sisi hak narapidana di satu sisi, dan kekhawatiran petugas Lapas di sisi lain.

“Novanto itu berpenyakit jantung, lalu tangannya mati rasa. Petugas wajar takut bila yang bersangkutan meninggal di tempat tanpa sedikit upaya pemberian pengobatan,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya