Ahli KPU Sebut BUMN dan Anak Perusahaan BUMN Berbeda

Majelis Hakim Sidang Gugatan Pilpres di Mahkamah Konstitusi.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Pakar Hukum Administrasi Negara, W. Riawan Tjandra, menjadi saksi ahli dari pihak termohon, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam sidang sengketa Pilpres 2019. Riawan tak hadir dalam persidangan namun memberikan keterangan tertulis yang disampaikan ke Mahkamah Agung.

Malam-malam, Gibran Bawa Koper ke Rumah Prabowo di Kertanegara

Dalam sidang keempat sengketa pilpres, Kamis, 20 Juni 2019, KPU sebagai termohon tak menghadirkan saksi fakta. Namun, KPU mengajukan dua saksi ahli yaitu Prof Dr. Marsudi Wahyu Kisworo ahli dalam bidang IT dan Dr. W. Riawan Tjandra S.H M.Hum yang tidak hadir dan telah memberikan keterangan tertulis.

Riawan menjelaskan, anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan entitas hukum yang berbeda dengan BUMN induknya.

MK Tolak Seluruh Gugatan Sengketa Pilpres, Sekjen PAN: Mari Kita Hormati Ujung Proses Pemilu Ini

"Anak perusahaan BUMN merupakan entitias hukum yang berbeda dengan BUMN induknya, kecuali berdasarkan kriteria khusus dalam rangka penegakan UU Tindak Pidana Korupsi, yang bersifat lex specialis," kata Riawan dalam keterangan tertulisnya.

Ia menyebutkan, berdasarkan UU Nomor 19 Tahun 2003, BUMN terbagi atas perum dan persero yang jika ditelaah berdasarkan komposisi kepemilikan saham, ada perbedaan signifikan antara keduanya.

MK Tolak Seluruh Gugatan Anies dan Ganjar, La Nyalla: Mari Lupakan Pertikaian, Kembali Guyub

Dalam hal ini, perum merupakan BUMN yang 100 persen sahamnya dimiliki negara. Berbeda dengan persero yang merupakan BUMN, yang komposisi kepemilikan sahamnya paling sedikit 51 persen dimiliki negara.

Dalam proses pendirian, BUMN pun berbeda dengan perseroan terbatas yang memerlukan akta pendirian yang didaftarkan di Kemenkumham agar mendapatkan status badan hukum yang sah.

Namun, BUMN khususnya perum, pembentukannya menggunakan peraturan pemerintah sehingga status badan hukum dan terbentuknya BUMN tersebut sah setelah diterbitkan peraturan pemerintah tersebut.

Selain itu, agar BUMN dapat mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN sebagai salah satu pilar ekonomi dapat membentuk sebuah 'anak perusahaan' atau 'subsidiary'.

Baca: MK Diminta Diskualifikasi Ma'ruf, Refly Harun Soroti Tiga Poin Penting    

Dari berbagai kaidah yang ada, Riawan menyebutkan menjadi kebijakan negara untuk menempatkan anak perusahaan BUMN secara hukum terpisah secara struktural dari BUMN induk. Namun, anak perusahaan tersebut masih menjadi bagian fungsional dari pencapaian tujuan ekonomi negara hanya dalam hal dipergunakannya kriteria khusus.

Ini berarti status hukum anak perusahaan BUMN berbeda atau terpisah dengan BUMN induknya. Ia memaparkan, karena anak perusahaan BUMN dapat diletakkan sebagai salah satu mitra yang bekerja sama dengan BUMN di samping mitra yang lain, yaitu perusahaan terafiliasi BUMN dan/atau pihak lain. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya