Perlunya Mitigasi Menghadapi Zona Subduksi Lempeng Selatan Lombok

Gempa bumi bermagnitudo 4,0 mengguncang Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pukul 14.19 Wita, Selasa, 14 Mei 2019.
Sumber :
  • BMKG

VIVA – Gempa bumi bermagnitudo 4,1 mengguncang 106 kilometer barat daya Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Gempa terjadi pukul 21.16 WITA, Jumat, 21 Juni 2019. 

Gempa di Taiwan, 18 Orang Masih Hilang

Hasil analisa BMKG menunjukkan bahwa episenter terletak pada koordinat 9,58 LS dan 115,79 BT, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 106 km barat daya Lombok Barat-NTB, pada kedalaman 47 km.

Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Gempa Magnitudo 6 Guncang Jepang, Tak Ada Peringatan Tsunami

Zona subduksi di selatan Pulau Lombok memang menjadi sesuatu yang menakutkan, karena memiliki sejarah kegempaan yang merusak. Pada  19 Agustus 1977 terjadi gempa Sumba yang berakibat pada tsunami di Lunyuk Sumbawa, Kuta dan Awang di Lombok. Gempa tersebut bermagnitudo 7,0.

Wilayah tersebut sering disebut dengan megathrust Sumba, yang memiliki kekuatan maksimal 8,7 magnitudo.

Jepang Cabut Peringatan Tsunami Imbas Gempa Taiwan

Kepala Bidang Informasi Gempabumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, gempa-gempa kecil pada zona subduksi tersebut justru bagus. Karena mengeluarkan energi dengan intensitas kecil. Justru yang harus dikhawatirkan jika tidak terjadi gempa sama sekali di zona tersebut, karena bisa menimbulkan energi yang besar ketika terlepas.

"Ya itu bagus, kalau tidak ada gempa malah bahaya. Akumulasi jadinya. Kalau gempa (kecil) kan lepas energinya," ujar Daryono di kutip Minggu 23 Juni 2019.

Saatnya Mitigasi Bencana

Daryono mengajak masyarakat untuk memulai belajar tentang mitigasi bencana. Karena sudah menjadi konsekuensi Indonesia yang terletak di cincin api Pasifik, sehingga potensi gempa selalu ada.

Mitigasi bencana dapat dimulai dari membangun rumah tahan gempa atau RTG. Tidak perlu membangun RTG dengan biaya mahal, namun RTG juga dapat dibangun dari kayu dan memiliki kontruksi yang tahan gempa. Rumah kayu tersebut bisa dimodifikasi menjadi nyaman dan indah, yang terpenting tetap tahan pada gempa.

"Gempa itu tidak membunuh dan melukai. Kalau pada bangunan rumah tahan gempa, gempa kapan saja akan baik-baik saja, seperti main ayunan karena rumahnya kuat tak membunuh dan tidak melukai," tuturnya.

Dia mencontohkan, kejadian gempa 2006 di Yogyakarta dan Provinsi Suruga di Jepang. Gempa kekuatan sama bermagnitudo 6,4. Tingkat kepadatan penduduk juga sama. Namun saat terjadi gempa, korban jiwa di Yogja 5.800 orang, sementara di Suruga hanya satu orang.

"Ini bukti bahwa mereka yang serius mengupayakan bangunan tahan gempa akan dapat mengurangi korban sangat signifikan," jelasnya.

Dia menjelaskan, gempa menjadi human interest atau ketertarikan ketika ada rumah rusak dan korban berjatuhan. Ketika Indonesia telah mampu mitigasi bencana maka tidak ada korban jiwa, dan gempa tidak lagi menarik perhatian.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya