Debit Air di Lereng Bromo Menyusut seiring Fenomena Frost

Fenomena frost atau embun upas yang membeku menyerupai salju meluas di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, Selasa pagi, 25 Juni 2019.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Debit air di lereng Gunung Bromo atau di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Jawa Timur, menyusut drastis. Warga mulai menghemat air saat memasuki musim kemarau seperti kini.

Gunung Semeru Kembali Erupsi, Petugas Pengamatan: Durasi 118 Detik

Menurut Ngadiono, Kepala Desa Gubuk Klakah, Kabupaten Malang, selain karena memasuki musim kemarau, debit air di kawasan pegunungan mulai mengecil. Sebagai antisipasi, petani di kawasan lereng Bromo diminta lebih berhemat air.

"Debit air dari sumber mengecil saat kemarau. Dengan kondisi saat ini tentu tidak cukup untuk sayuran. Petani juga jangan menanam sayur dulu," katanya, Jumat 28 Juni 2019.

Waspada, Gunung Semeru Erupsi Lagi dengan Letusan Setinggi 700 Meter

Selama ini, katanya, ada tiga sumber yang menjadi tumpuan warga untuk lahan pertanian, kebutuhan rumah tangga, dan mandi-cuci-kakus. Namun, salah satu sumber air di kawasan setempat telah menyusut drastis. Kini warga mengandalkan sumber air yang berasal dari Coban Pelangi.

Pengairan di perkebunan hortikultura dan apel melalui sumber air dari TNBTS di Coban Pelangi. Warga telah sepakat bahwa air itu akan dialirkan dan dibagikan secara merata.

Semeru Erupsi dengan Letusan Setinggi 1,2 Km, Masyarakat Diimbau Hindari Sektor Tenggara

Bertani memang pekerjaan utama warga Desa Gubuk Klakah. Luas lahan pertanian mencapai 384 hektare, terdiri dari 100 hektare tanaman apel, 150 hektare tanaman sayur mayur, dan sisanya ditanami aneka jenis tanaman hortikultura.

"Untungnya lagi fenomena frost atau embun upas hanya di Bromo, tidak sampai desa. Suhu di sini masih sekitar 11 sampai 20 derajat celsius, jadi masih normal, tidak merusak tanaman. Saat ini kebun apel mulai berbunga, dua bulan lagi masuk masa panen," kata Ngadiono.

Otoritas TNBTS merilis laporan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi bahwa fenomena frost bakal berlangsung hingga September. Ini fenomena yang terjadi saban tahun, dan bisa dijumpai saat dini hari dan pagi hari sebelum Matahari terik.

"Tak ada dampaknya bagi tanaman. Frost sebenarnya bisa juga sebagai media pemulihan ekosistem alami karena biasanya setelah kering, terkena frost akan muncul regenerasi yang lebih eksotik lagi," kata Syarif Hidayat, Kepala Subbagian Data Evaluasi Pelaporan dan Humas TNBTS. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya