Soal Qanun Poligami, DPR Aceh Belum Tentu Mengesahkan

ilustrasi poligami
Sumber :
  • inmagine

VIVA - Pro kontra tentang BAB VIII tentang poligami di rancangan qanun hukum keluarga yang sedang dibahas Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Mayoritas qanun itu ditentang oleh lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang fokus gender di Aceh.

Heboh Isu Ustaz Hanan Attaki Poligami, Netizen Ngaku Shock

Padahal, legislatif belum melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU), tetapi desakan penghapusan pasal yang mengatur poligami terus disuarakan. Wakil Ketua Komisi VII DPR Aceh, Musannif mengaku belum bisa memutuskan, apakah qanun itu nantinya akan disahkan atau tidak. Hasilnya akan diputuskan setelah RDPU.

"Ini belum pasti, akan kita sahkan. Kalau qanun itu banyak mendapat manfaat di masyarakat kita sahkan, tetapi kalau membawa mudharat kita tidak sahkan," kata Musannif, saat ditemui di kampus UIN Arraniry, Banda Aceh, Rabu 10 Juli 2019.

Pertama Dalam Sejarah, Senegal Sah Punya 2 Ibu Negara

Menurutnya, hanya BAB tentang poligami saja yang mendapat reaksi dari masyarakat. Selainnya, tidak ada dan dinilai sudah bagus. “BAB lainya sudah bagus, tetapi BAB Poligami ini yang ada pro-kontra, ya kita lihat nanti,” katanya.

Dimasukkannya pasal ini ke dalam qanun Hukum Keluarga, dinilai karena maraknya nikah siri dan angka kasus perceraian yang selalu meningkat setiap tahunnya di Aceh.

Presiden Senegal Terpilih Miliki 2 Istri, Salah Satunya Sempat Viral

Data yang dilansir dari Mahkamah Syariah Aceh, kasus perceraian dua tahun terakhir meningkat hingga 13,11 persen. Di 2017, angka perceraian berjumlah 4.917 kasus. Sedangkan 2018, berjumlah 5.562 kasus.

"Angka perceraian yang tinggi, nikah siri juga, kalau totalnya ada di naskah akademik, bahkan Mahkamah Syariah menyebutkan angka perceraian kita itu di atas angka perceraian nasional," ujar Musannif.

Ketua Mitra Sejati Kerja Perempuan Indonesia (MISPI) Aceh, Syarifah Rahmatillah tak mempersoalkan Pemerintah Aceh dan DPRA membahas aturan poligami dalam qanun itu.

Bahkan, Syarifah menuding pihak penyusun draf qanun itu tidak ‘kreatif’ jika ingin membahas poligami. Sebab, apa yang dirancang tetap sama dengan UU dan hukum Islam.

"Isinya juga sama dengan UU nomor 1 tahun 1974, dan sama juga dalam alquran, jika disahkan tidak ada efek, jadi ya tidak ada luar biasanya, karena sama persis," katanya.

Syarifah juga tidak sepakat dengan alasan yang disampaikan tim penyusun, nikah siri dan perceraian menjadi penyebab diaturnya pasal poligami dalam qanun hukum keluarga.

"Itu bukan alasan, karena banyak nikah siri jadi mau poligami, itu enggak ada, enggak ada hubungannya, bahkan ada yang nikah siri itu jadi pernikahan pertama," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya