PBNU Minta Pemerintah Adil Soal Aturan Cukai Tembakau

Petani tembakau.
Sumber :
  • ANTARA/Saiful Bahri

VIVA – Pemerintah diminta bijak dan adil terkait kebijakan dalam rencana pemberlakukan peraturan penggabungan batasan produksi dan penyederhanaan tarif cukai tembakau. Diharapkan pemerintah bisa mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak terkait potensi dampak bila peraturan tersebut diberlakukan.

Jokowi Lihat Langsung Panen Raya di Sigi: Bagus Hasilnya Capai 6 Ton per Hektare

Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Mochamad Maksum Mahfoedz mengatakan pihaknya menolak rencana penggabungan dan penyederhanaan cukai. Rencananya, aturan ini nanti akan disiapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

“PMK Nomor 146 Tahun 2017 batal diberlakukan per Januari 2019. Batal ini karena ada penolakan dari berbagai pihak yang salah satunya PBNU,” kata Maksum dalam keterangannya, Selasa, 16 Juli 2019.

Program Petani Milenial Kaltim Diluncurkan untuk Ketahanan Pangan IKN

Dia menjelaskan permintaan agar pemerintah adil karena tembakau ini menyangkut sebagian pendapatan masyarakat. Maka itu, saran dari berbagai kalangan diperlukan untuk regulasi terbaik.

Pemberlakuan kebijakan tembakau tersebut bila direalisasikan dikhawatirkan bisa berdampak kepada petani sampai kelompok pekerja pabrik.

Orang Kaya Madura Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran: Kami Titipkan Nasib Petani Tembakau

“Kelompok pekerja pabrik, petani tembakau, buruh yang berjumlah 6,2 juta orang, juga konsumen tembakau itu sendiri yang Nahdliyin," tutur Maksum.

Dia menekankan jika penerapan aturan baru hasil tembakau ini diberlakukan maka imbasnya mengenai pabrik rokok kecil.

"Akibatnya pabrikan kecil tidak memiliki cara selain selain menaikkan harga. Pabrik rokok kecil yang memiliki buruh terbatas juga harus membeli pita cukai lebih mahal sebelum produknya dijual ke pasar," jelasnya.

Selain itu, dengan kenaikan harga akan membuat konsumen diprediksi pindah ke produk rokok lain yang dimiliki pabrik besar ternama. “Begitu kenaikan cukai (akibat penggabungan), pabrik kecil tidak punya bargaining power yang cukup kuat,” ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah lewat Kementerian Keuangan mulai mensimulasikan penerapan rencana penggabungan batasan produksi rokok sigaret Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Meski ada tantangan karena penolakan produsen rokok, rencana kebijakan ini terus dibahas.

Terkait ini, sebenarnya tahun lalu penggabungan batas produksi SPM dan SKM dan penyederhanaan tarif cukai yang diatur dalam PMK 146 tahun 2017 sudah dicabut melalui PMK 152 tahun 2018.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya