Sumur Pantek dan Sumur Dalam jadi Solusi Kekeringan di Boyolali

Sumur Pantek dan Sumur Dalam di Boyolali.
Sumber :

VIVA – Pemerintah Daerah (Pemda) Boyolali mengantisipasi kekeringan dengan sumur pantek dan sumur dalam. Diketahui, musim kemarau (MK) tahun ini yang datangnya lebih awal (April) dan dampak MK panjang tahun ini juga dirasakan petani di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah (Jateng). 

Dirut Pupuk Indonesia Minta Pemerintah Lanjutkan Program Gas Murah, Ini Alasannya

“Kami sudah ada beberapa solusi agar petani bisa mekakukan pertanaman di musim kemarau tahun ini. Petani bisa memanfaatkan sumur patek dan sumur dalam yang sudah disiapkan di sejumlah kecamatan. Padi yang ditanam pun harus tahan kekeringan seperti jenis Cibagendit,” kata Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Kabupaten Boyolali, Supardi.

Supardi juga mengatakan, petani agar memanfaatkan pompa air kalau di daeranya memang ada potensi sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk tanam padi atau palawija di musim kemarau tahun ini.

KPK Panggil Ahmad Sahroni soal Kasus TPPU Syahrul Yasin Limpo, Ada Apa?

“Kalau ada waduk, airnya bisa disedot (seperti Waduk Cengklik) airnya bisa dimanfatakan untuk mengairi sawah di sejumlah kecamatan, seperti di Nagasari. Bahkan, Air Waduk Cengklik ini masih bisa dimanfaatkan untuk mengisi air Waduk Tirtoyoso di Solo,” papar Supardi.

Menurut Supardi, sumur pantek yang kedalamannya 20 meter juga sudah disiapkan di setiap kawasan pertanian. Begitu juga sumur dalam (kedalamannya 200 meter) juga sudah disiapkan di sejumlah kawasan pertanian di Kecamatan Nagasari, Simo, dan Sambi.

Sidang Eksepsi SYL Cs Batal Digelar Hari Ini, Alasannya Majelis Hakim Sakit

“Pada tahun 2018 kami sudah siapkan pompa air di 19 kecamatan sebanyak 131 unit. Dan pada tahun 2019 ada tambahan pompa air dari provinsi sebanyak 11 unit,”  ujar Supardi.

Supardi juga mengatakan, sumur pompa yang disiapkan tersebut diharapkan mampu membantu petani mengantisipasi musim kemarau tahun ini. 

“Jadi, jauh-jauh hari kami sudah lakukan antisipasi.  Kami juga berharap segera turun hujan supaya dampak kekeringan tahun ini tak bertambah luas,” tukas Supardi.

Lebih lanjut Supardi menuturkan dari sekitar 22 ribu ha lahan pertanian di Boyolali, per Juni 2019 sudah seluas 1.305 ha sawah terdampak kekeringan yang terdiri dari 16 ha (kekeringan ringan), 350 ha (kekeringan berat) dan seluas 939 ha (lahan pertanian puso atau sama sekali tak bisa ditanami).

"Agar tak menambah lahan pertanian yang puso, kami imbau petani supaya tak menanam padi apabila memang sumber airnya sudah tak memungkinkan,”  kata Supardi.

Supardi juga mengungkapkan,  belum lama ini tim Kementan sudah turun langsung ke sejumlah lokasi yang mengalami kekeringan di Boyolali. Mereka melihat langsung kondisi meluasnya kekeringan yang melanda sejumlah lahan pertanian di Boyolali.

Sejumlah daerah yang mengalami kekeringan berat umumnya berada di Boyolali bagian Utara. Diantara di Kecamatan Kemusu, Ngandong, Klego, Simo, dan Wonosegoro. Bahkan, di sejumlah daerah (Kecamatan, red) di Boyolali  yang lahan sawahnya terkena puso kebanyak berada di Boyolali bagian utara seperti di wilayah Kecamatan Sambi, Klego, dan  Karanggede .

“Sejumlah kecamatan di Boyolali bagian utara ini tadah hujan. Meskipun lokasi sejumlah kecamatan di Boyolali bagian utara dekat dengan Waduk Kedung Ombo. Tapi, irigasinya tak sampai di sejumlah kecamatan tersebut,” papar Supardi.

Sedangkan  sejumlah kecamatan di Boyolali yang mengalami kekeringan ringan umumnya berada di Boyolali bagian selatan. Seperti, Kecamatan Ngemplak, Mojosongo, Sawit, Banyudono, Ngemplak, dan Nogosari.

Direktur Jenderal Prasarana Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, pemasangan pompa dan pipanisasi sebagai langkah dengan tujuan agar tidak ada lahan pertanian yang gagal panen untuk meminimalisasikan kerugian petani. Apalagi petani di Kabupaten Boyolali mayoritas menanam padi.

"Kekeringan tanaman padi di Boyolali ini disebabkan oleh kondisi iklim dimana musim kemarau maju, masa tanam mundur," kata Sarwo Edhy.

Selama tiga tahun atau tepatnya sejak 2016 hingga 2019, irigasi perpompaan untuk tanaman pangan telah dibangun sebanyak 2.358 unit. Sementara untuk kebutuhan tanaman hortikultura dan peternakan masing-masing telah dibangun 429 unit dan 322 unit.

Sarwo Edhy mengatakan, dampak dari pembangunan irigasi perpompaan untuk mendukung tanaman pangan diharapkan dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) 0,5.

Dari 2.358 unit irigasi perpompaan yang telah dibangun, bila masing-masing unit dapat mengairi seluas 10 hektar, maka luas lahan yang dapat diairi saat musim kemarau seluas 47,16 ribu hektar.

"Bila peningkatan IP 0,5 dapat dicapai, maka akan didapat penambahan luas tanam seluas 29.780 hektar. Dampak selanjutnya diperoleh peningkatan produksi sebanyak 154.850 ton," jelas Sarwo Edhy.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya