KPAI Sebut Anak Korban Kejahatan Dunia Maya Capai 679 Kasus

Ilustrasi anak bermain internet.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Kejahatan pornografi yang menyasar anak di bawah umur terus mengalami peningkatan setiap tahun. Salah satu faktor pemicu tingginya kasus itu adalah mudahnya akses internet dan lemahnya pengawasan orangtua.

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Talkshow "Etika Pelajar di Dunia Digital"

Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, total pengaduan kasus pornografi dan cyber crime atau kejahatan online yang menjerat anak-anak pada 2014 sebanyak 322 kasus, 2015 sekira 463 kasus, 2016 meningkat menjadi 587 kasus, 2017 menjadi 608 kasus dan pada 2018 naik mencapai 679 kasus.

Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah mengungkapkan, peristiwa ini terjadi karena banyak faktor. Namun salah satu pemicu utamanya adalah tidak bijaknya menggunakan media sosial (medsos) atau mudahnya akses internet melalui gadget, HP, laptop dan lainnya.

Mengenal Empat Zaman yang Digambarkan dalam Ramalan Jayabaya

“Anak- anak dalam mengakses internet rentan terpapar berbagai konten negatif seperti pornografi, game online yang bermuatan kekerasan dan pornografi, informasi hoaks, ujaran kebencian, adiksi gadget, radikalisme, serta perilaku sosial menyimpang,” katanya, Selasa, 23 Juli 2019.

Kasus pengaduan anak berdasarkan klaster perlindungan anak bidang pornografi dan cyber crime KPAI, pada 2011-2018 mengalami kenaikan. 

Kemenkominfo Mengadakan Kegiatan Nobar Kreatif di Dunia Digital Sejak Dini

Adapun jenis aduan di antaranya anak korban kejahatan seksual online, anak pelaku kejahatan online, anak korban pornografi di medsos, anak pelaku kepemilikan media pornografi, dan anak pelaku bullying di medsos.

Sementara untuk kejahatan siber yang paling sering diadukan ke KPAI di antaranya, pelaku video pornografi, sexting (chat bermuatan konten pornografi), terlibat dalam grup-grup pornografi.

Kemudian grooming atau proses untuk membangun komunikasi dengan seorang anak melalui internet dengan tujuan memikat, memanipulasi, atau menghasut anak tersebut agar terlibat dalam aktivitas seksual.

Selain itu, ada juga sextortion, yaitu pacaran online berujung pemerasan, cyber bully,  perjudian online, live streaming video dan trafficking serta penipuan online.

“Ini adalah tantangan bagi orangtua dalam mendidik anak di tengah deras dan cepatnya perkembangan teknologi melalui internet. Untuk itu, perlu ada kewaspadaan pada orangtua dalam melindungi anak-anaknya,” kata Margaret.

Dia menambahkan, pendampingan orangtua dalam penggunaan HP dan internet sangat penting. Selain itu, perlu ada komunikasi dan kesepakatan antara orangtua dalam penggunaan internet melalui HP maupun laptop. 

“Melihat ancaman bahaya tersebut, perlunya antisipasi dalam melindungi anak-anak kita dari pengaruh negatif internet dan kejahatan siber. Belum lagi, adanya ancaman UU ITE bagi anak,” katanya

Dia menambahkan, “Tugas melindungi anak itu tidak  dibebankan pada pemerintah saja, tapi juga pada orang tua dan masyarakat secara umum.” (dau)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya