Erupsi Tangkuban Perahu Tak Pengaruhi Sesar Lembang, Ini Penjelasannya

Gunung Tangkuban Perahu pasca erupsi
Sumber :
  • VIVA / Adi Suparman (Bandung)

VIVA – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) merekam dengan baik erupsi freatik Gunung Tangkuban Perahu, Jawa Barat pada 26 Juli 2019 pukul 15.48 WIB oleh sensor seismograph, di Stasiun Seismik Lembang (LEM). Waktu tiba gelombang seismik tercatat pukul 15.50 WIB dengan durasi sekitar empat menit.

Cuaca Ekstrem Diprediksi Terjadi Selama Mudik Lebaran 2024, BMKG Minta Warga Waspada

Selain hujan abu juga menciptakan rasa was-was masyarakat Subang, Lembang, dan Bandung, peristiwa itu pun secara otomatis serta terganggunya aktivitas objek pariwisata primadona di Bandung Utara itu.

Pasca erupsi freatik Gunung Tangkuban Perahu, banyak pertanyaan dilontarkan masyarakat dan awak media kepada BMKG. Pertanyaan semua hampir serupa, yaitu apakah erupsi Gunung Tangkuban Perahu dapat memicu gempa tektonik Sesar Lembang? Jawabnya adalah tidak. 

Sembilan Daerah Siaga dan Waspada Cuaca Ekstrem, Menurut BMKG

"Karena gempa tektonik lazimnya disebabkan oleh interaksi antar lempeng tektonik atau aktivitas sesar aktif, bukan karena erupsi freatik gunung api," ujar Kepala Bidang Informasi Gempa bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono dikutip dari keterangan Sabtu 27 Juli 2019.

Dia menjelaskan, erupsi freatik adalah letusan yang tekanannya berasal dari pemanasan air tanah di bawah dasar kawah. Pemanasan yang konstan berlangsung di dasar kawah akan meningkatkan terbentuknya tekanan uap air yang kemudian meletup ke permukaan.

Gerhana Bulan Penumbra Siap Menyapa Malam Ini, Catat Jam dan Lokasinya

Erupsi freatik adalah fenomena lokal. Sementara jarak antara Gunung Tangkuban Perahu dengan Sesar Lembang sejauh 6,96 km sehingga erupsi ini tidak akan memengaruhi kondisi tektonik Sesar Lembang.

"Kami mengimbau agar masyarakat Subang, Lembang, Bandung, dan sekitarnya tidak perlu cemas dan takut. Terkait Sesar Lembang, BMKG akan terus memonitor aktivitas seismiknya selama 24 jam selama 7 hari secara terus menerus," tambahnya.

Lebih lanjut ia menurutnya, belajar dari beberapa peristiwa gempa tektonik destruktif akibat sesar aktif, biasanya aktivitas sesar didahului gempa-gempa mikro sebagai gempa pendahuluan (foreshocks).

Sebagai contoh, gempa Yogyakarta 2006 (6.4 Skala Richter), Gempa Lombok 2018 (7 SR), Gempa Palu 2018 (7,5 SR) dan Gempa Halmahera Selatan (7,2 SR). Semua dipicu sesar aktif dan didahului aktivitas gempa pendahulan.

Untuk mewaspadai dan mengantisipasi aktivitas Sesar Lembang, BMKG saat ini memonitor dengan sangat ketat kemunculan gempa mikro di sepanjang jalur sesar. Guna meningkatkan akurasi monitoring aktivitas sesar aktif di Provinsi Jawa Barat, BMKG pada tahun ini akan merapatkan jaringan sensor gempa dengan memasang 22 sensor seismik baru. 

"BMKG menjadikan Sesar Lembang sebagai salah satu prioritas monitoring aktivitas seismik di Indonesia karena potensinya cukup signifikan dan berdekatan dengan kota besar dengan permukiman padat," ujarnya. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya