LHKPN Capim KPK Disorot, Bagaimana Aturannya?

Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi - KPK di Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 menuai pro dan kontra terkait waktu urusan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN. Ada perbedaan pandangan menyangkut masalah ini.

Nasdem Akui Belum Bersikap soal Pengganti Firli Bahuri: KPK dalam Posisi Terpuruk

Pegiat anti korupsi dari Indonesia Coruption Watch sampai Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas mempersoalkan sejumlah capim KPK yang belum menyerahkan LHKPN. Terakhir, dari KPK ada 23 dari 40 capim yang lolos tes psikotes namun belum menyerahkan LHKPN.

Perbedaan tafsir ini ikut ditanggapi anggota Forum Lintas Hukum, Petrus Selestinus. Menurut dia, status capim KPK sebenarnya belum wajib menyetor LHKPN. Berbeda bila sudah resmi terpilih sebagai pimpinan KPK.

Anggota DPR Supriansa Ikut Dorong Pengganti Firli Bahuri Mesti Lewat Pansel

Petrus mengatakan, hal ini merujuk pasal 29 huruf K Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang tindak pidana pemberantasan korupsi. Aturan itu memang menekankan sebagai pimpinan KPK harus mengumumkan kekayaan sesuai undang-undang.

Namun, ia menggarisbawahi frase kalimat 'sesuai undang-undang' di Undang-Undang KPK juga tak bisa menyampingkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Anggota Komisi III DPR: Ketua KPK Pengganti Firli Bahuri Harus Melalui Pansel

"Kalau dari aturan itu tak bisa dikesampingkan. Nah, ini bisa kekeliruan yang mendiskreditkan Pansel Capim KPK," kata Petrus, dalam keterangannya, Selasa, 6 Agustus 2019.

Dia menjelaskan, mengacu UU Nomor 28 Tahun 1999, maka ada beberapa pasal yang mengatur kewajiban penyelenggara negara terkait setoran LHKPN ke KPK. Tapi, ia mengingatkan sejumlah pasal dalam UU itu juga tak menjelaskan capim KPK masuk kategori penyelenggara negara.

Sementara, dalam pasal 2 20 dan 23 UU nomor 28 tahun 1999, Capim KPK ditegaskan tidak atau belum termasuk kualifikasi penyelenggara negara. Maka itu, LHKPN belum bisa dibebankan kepada capim KPK.

"Pasal itu capim KPK tidak atau belum masuk kualifikasi penyelenggara negara," ujarnya.

Anggota Pansel Capim KPK, Indriyanto Seno Adji mengatakan, pengurusan LHKPN bisa dilakukan setelah capim KPK terpilih sebagai pimpinan definitif. Ia mengatakan hal ini merujuk Pasal 29 huruf k UU KPK ada makna istilah 'mengumumkan'.

"Ini harus diartikan laporan kekayaan itu wajib diumumkan capim yang berasal penyelenggara negara maupun yang non penyelenggara negara pada saat sudah ada penunjukan capim sebagai pimpinan definitif," kata Indriyanto, Rabu, 31 Juli 2019.

Terkait itu, bunyi Pasal 29 huruf k UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang KPK yang berbunyi "Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: k. Mengumumkan kekayaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan".

Pandangan berbeda disampaikan Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana. Ia mengatakan, lapor LHKPN sebagai indikator mengamati integritas, kapabilitas capim KPK dari penyelenggara negara. Hal ini menurutnya yang menjadi desakan agar capim KPK dari unsur penyelenggara negara itu menyetor LHKPN sebelum mendaftar ke Pansel KPK.

Pandangan Kurnia ini mengacu Pasal 29 huruf k Undang-Undang tentang KPK, Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Ia menyoroti sejumlah capim KPK yang memang belum menyetor LHKPN.

"Integritas itu bisa dilihat bagaimana komitmennya. Ya kan, bagaimana orang ini berintegritas, jujur atau tidak," ujar Kurnia. [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya