Wali Kota Depok Usul Nama Kementerian Pemberdayaan Perempuan Diubah

Wali Kota Depok Mohammad Idris
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Wali Kota Depok, Mohammad Idris mengusulkan perubahan nama pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak menjadi Kementerian Pemberdayaan Keluarga dan Anak.

Karsa, Kriya, dan Karya, 3 Unsur Penting dalam Peningkatan Kompetensi Perempuan Indonesia

Hal itu diungkapkan Idris, saat menghadiri puncak rangkaian peringatan Hari Anak Nasional di Balaikota Depok, Kamis 8 Agustus 2019.

Dia menilai, ketahanan keluarga dapat meluaskan aspek perlindungan, bukan hanya terhadap perempuan dan anak, tetapi juga perlindungan keluarga sebagai satu kesatuan.

Berdayakan Kelompok Perempuan, Klaster Usaha Binaan BRI ini Sulap Batok Kelapa Jadi Kerajinan Tangan

“Ketahanan keluarga ini tidak hanya melindungi anak-anak, tetapi juga bagaimana memberdayakan laki-laki sebagai suami dan penanggung jawab,” katanya.

Idris berpendapat, selama ini pola pikir masyarakat seolah dibuat hanya perempuan dan anak yang harus dilindungi dan diberdayakan. “Seakan-akan, suami enggak perlu diberdayakan.”

PNM Raih 40 Penghargaan Bergengsi Berkat Konsistensi Berdayakan Perempuan Indonesia

Terkait idenya itu, Idris mengaku telah berkomunikasi secara lisan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI. “Kita akan usulkan ke kementerian juga Presiden, perubahan nama ini,” katanya.

Lebih lanjut, Idris mengklaim, program ketahanan keluarga yang selama ini diterapkan di Kota Depok, telah membuat kota berjuluk ramah anak ini dapat mempertahankan penghargaan sebagai Kota Layak Anak se-Indonesia untuk kategori Nindya sejak tahun 2017 hingga tahun ini.

“Salah satu wujudnya, kita sudah meluncurkan sekolah ayah bunda, sebagai sarana pembelajaran ayah dan bunda dalam mengelola keluarga,” ujarnya.

Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyebutkan, kasus kejahatan ataupun tindak pidana yang melibatkan anak masih mendominasi di Kota Depok, dengan angka sekira 52 persen. Fenomena sosial itu telah menempatkan Depok di urutan ke empat sebagai kota yang tidak ramah terhadap anak.

Terkait hal itu, Komnas PA pun kembali memperingatkan pemerintah setempat agar lebih serius dalam memperhatikan persoalan tersebut, dan bukan malah menyebar jargon serta mengejar sertifikat atau pengakuan sebagai Kota Layak Anak (KLA).  

Hal itu diungkapkan langsung oleh Ketua Umum Komnas PA, Arist Merdeka Sirait ketika disinggung pendapatnya tentang kondisi anak di kota tersebut. Arist mengatakan, secara pribadi dirinya melihat hal ini dalam dua sisi.

Pertama adalah ia sebagai salah satu warga di Kota Depok yang tentu memliki kepedulian dengan berbagai masalah anak. Dan sisi lainnya adalah dirinya sebagai pimpinan organisasi atau institusi yang memberikan perhatian secara khusus terhadap anak-anak di seluruh Indonesia.

“Dari dua posisi itu saya melihatnya bahwa Kota Depok itu masih berjalan pada jargon-jargon. Nah jargon-jargon itu seolah-olah prestasi madya kemudian. Masih seperti itu. Itu yang mau kita kritik dari dua sisi tadi,” katanya saat ditemui di Balai Kota Depok pada Kamis 8 Agustus 2019

Arist menjelaskan, masyarakat secara sosial masih membutuhkan pembimbingan dan pembinaan untuk memahami rumah tangga yang ramah anak. “Karena puncak dari sebuah kota layak anak itu kalau di rumah, kemudian lingkungan sosial, RT, RW, kecamatan itu sudah layak betul, barulah predikat di kota atau kabupaten mendapatkan menuju kota layak anak.”

Arist mengungkapkan, untuk menuju sebuah kota mejadi layak anak, ada 31 indikator yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah hak atas pendidikan dan bukan hanya infrastruktur, tetapi yang paling penting adalah membangun mental, mindset terhadap apa yang menjadi tanggung jawab rumah tangga.

“Karena, keluarga adalah garda terdepan untuk melindungi anak. Jadi, kalau garda terdepan untuk melindungi anak belum ramah, dan belum bersahabat dengan anak, itu hanya jargon saja,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya