KPK Tetapkan 6 Tersangka Kasus Suap Izin Impor Bawang Putih

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA - Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar konferensi pers dugaan suap terkait pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019. Dalam tangkap tangan pada Rabu dan Kamis 7-8 Agustus 2019, KPK mengamankan 13 orang, salah satunya politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berinisial INY.

KPK Minim OTT, Alex Marwata: Banyak Pejabat Negara Sudah Tahu HP Disadap

"Kami sampaikan informasi terkait dengan kegiatan tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Rabu dan Kamis, 7-8 Agustus 2019 di Jakarta terkait dengan pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019. Dalam kegiatan tangkap tangan ini, KPK mengamankan 13 orang di Jakarta," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, di kantornya, Kamis, 9 Agustus 2019.

"Pada hari Rabu, 7 Agustus 2019 MBS (orang kepercayaan INY). CSU alias Afung (swasta), DDW (swasta), ELV (swasta), ZFK (swasta), LSK (swasta), NNO (swasta), SYQ (swasta), MAY (swasta), WSN (sopir), MAT (sopir). Pada hari Kamis, 8 Agustus 2019 INY, Anggota DPR 2014-2019, ULF (Sekretaris Money Changer Indocev)," katanya.

Nurul Ghufron: KPK Bukan Ingin Meninggalkan OTT, tapi Pencegahan Lebih Beradab

Agus menuturkan dalam kasus ini KPK menemukan ada alokasi fee Rp1.700 sampai dengan Rp1.800 untuk setiap kilogram bawang putih yang diimpor ke Indonesia.

Agus menjelaskan konstruksi perkara, diduga telah terjadi, CSU alias Afung merupakan pemilik PT Cahaya Sakti Agro (PT CSA) yang bergerak di bidang pertanian yang diduga memiliki kepentingan dalam mendapatkan kuota impor bawang putih dalam perkara ini.

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Penuhi Panggilan KPK

CSU dan DDW diduga bekerja sama untuk mengurus izin impor bawang putih untuk tahun 2019. Sebelumnya, DDW menawarkan bantuan dan menyampaikan memiliki “jalur lain” untuk mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan.

Selanjutnya, dikarenakan proses pengurusan yang tidak kunjung selesai, DDW berusaha mencari kenalan yang bisa menghubungkannya dengan pihak-pihak yang dapat membantu pengurusan RIPH dan SPI tersebut. DDW berkenalan dengan ZFK yang memiliki kolega-kolega yang dianggap berpengaruh untuk pengurusan izin tersebut.

ZFK memiliki koneksi dengan MBS dan ELV pihak swasta yang diketahui dekat dengan INY, anggota Komisi VI DPR yang memiliki tugas di bidang Perindustrian, Perdagangan; Koperasi UKM; BUMN; Investasi; dan Standarisasi Nasional. Setelah itu DDW, ZFK, MBS dan INY melakukan serangkaian pertemuan dalam rangka pembahasan pengurusan perizinan impor bawang putih dan kesepakatan fee.

Dari pertemuan-pertemuan tersebut muncul permintaan fee dari INY melalui MBS. Angka yang disepakati pada awalnya adalah Rp3,6 miliar dan komitmen fee Rp1.700-Rp1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor. Komitmen fee tersebut akan digunakan untuk mengurus perizinan kuota impor 20.000 ton bawang putih untuk beberapa perusahaan termasuk perusahaan yang dimiliki oleh CSU alias Afung.

Dikarenakan perusahaan-perusahaan yang membeli kuota dari CSU belum memberikan pembayaran, CSU tidak memiliki uang untuk membayar komitmen fee tersebut dan kemudian CSU meminta bantuan ZFK memberi pinjaman. ZFK diduga akan mendapatkan bunga dari pinjaman yang diberikan, yaitu Rp100 juta/bulan dan nanti jika impor terealisasi, ZFK akan mendapatkan bagian Rp50 untuk setiap kilogram bawang putih tersebut.

Dari pinjaman Rp3,6 miliar tersebut, telah direalisasi sebesar Rp2,1 miliar. Setelah menyepakati metode penyerahan, pada tanggal 7 Agustus 2019 sekitar pukul 14.00 siang, ZFK mentransfer Rp2,1 miliar ke DDW, kemudian DDW mentransfer Rp2 miliar ke rekening kasir money changer milik INY.

"Rp2 miliar tersebut direncanakan untuk digunakan mengurus SPI, sedangkan Rp100 juta masih berada di rekening DDW yang akan digunakan untuk operasional pengurusan izin. Saat ini, semua rekening dalam kondisi diblokir oleh KPK. Diduga uang Rp2 miliar yang ditransfer melalui rekening adalah uang untuk “mengunci” kuota impor yang diurus. Dalam kasus ini teridentifikasi istilah lock kuota," katanya.

Agus menjelaskan KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan enam orang sebagai tersangka yaitu diduga sebagai pemberi, CSU alias Afung, DDW dan ZFK. Diduga sebagai penerima, INY, anggota DPR 2014-2019, MBS, dan ELV.

"Pasal yang disangkakan adalah sebagai pihak yang diduga pemberi CSU, DDW dan ZFK disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sebagai pihak yang diduga penerima, INY, MBS dan ELV disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya