Logo DW

Belajar dari Kontroversi PB Djarum

picture-alliance/Bildagentur-online
picture-alliance/Bildagentur-online
Sumber :
  • dw

Jalan tengah itu akhirnya ketemu juga. Usai pertemuan antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dan PB Djarum, selembar kesepakatan itu ditandatangani bersama.

Audisi bulutangkis jalan terus, tanpa ada brand image dari produk yang tembakau. Nama audisi pun diubah, hanya menyebut frase ‘beasiswa bulutangkis', tanpa nama PB Djarum. KPAI juga mencabut surat yang sebelumnya meminta PB Djarum menghentikan audisi.

Perkara ini bermula begitu PB Djarum memutuskan untuk menghentikan audisi bulutangkis mulai tahun depan. Keputusan ini memicu murka di jagad media sosial, disusul pertarungan tagar yang popularitasnya susul menyusul. Perokok dan bukan perokok ada di kedua kubu; beradu gagasan, tagar, ide, termasuk cacian dan makian sampai ke satu fase yang bikin kewalahan.

Apa sih sebetulnya yang dipersoalkan?

Sebelum menulis soal ini di media sosial, saya sempat berbincang dengan anak saya, dengan menyebut sebuah merk rokok yang sedang ramai diperbincangkan ini. Umurnya 11 tahun, baru kelas 6 SD. Tanpa saya duga, ternyata dia tahu merk itu dan tahu kalau itu adalah rokok. "Kan banyak iklannya,” kata dia.

Ini membuat saya tersentak. Dia menonton TV dan melihat iklan rokok itu di sana. Padahal kita tahu juga, iklan rokok tak pernah menyebut kata ‘rokok', juga tak menampilkan bentuk ‘rokok'. Toh dia tahu.

Ini selaras dengan teori kalau otak anak itu seperti spons yang siap menyerap segala informasi. Kalau segala informasi ini termasuk mengasosiasikan suatu merk rokok dengan hal yang positif, hm... tunggu dulu.