Hujan Turun Lebat, Kualitas Udara di Area Terdampak Karhutla Membaik

Kebakaran hutan di Kalimantan Barat
Sumber :

VIVA – Hujan dengan intensitas ringan hingga lebat dalam sepekan terakhir di wilayah terdampak kebakaran hutan dan lahan atau karhutla, cukup membantu menurunkan jumlah titik panas dan konsentasi debu polutan.

Cuaca Ekstrem Diprediksi Terjadi Selama Mudik Lebaran 2024, BMKG Minta Warga Waspada

Pemantauan jumlah hari hujan BMKG menunjukkan, di Jambi dan Riau sudah mendapatkan 1-5 hari hujan. Sementara Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah baru turun hujan dalam beberapa hari terakhir. 

"Pada hari kemarin (Sabtu), Stasiun BMKG Jambi mencatat curah hujan 11 mm/hari, sedangkan di Stasiun Juwata, Kalimantan, hujan tercatat 19 mm/hari. Di Jawa, beberapa wilayah yang selama ini dilanda kekeringan juga sudah merasakan hujan seperti di Semarang dan daerah selatan Jawa Barat, meski pun belum secara iklim dikatakan memasuki awal musim hujan," ujar Deputi Bidang Klimatologi, BMKG, Herizal dalam keterangan tertulisnya dikutip Senin 30 September 2019.

Sembilan Daerah Siaga dan Waspada Cuaca Ekstrem, Menurut BMKG

Faktor alam yaitu bertambahnya suplay mass uap air dan kelembapan udara menuju masa transisi musim di wilayah Riau, Jambi dan sebagian Kalimantan yang dipredikan BMKG memasuki awal musim hujan pertengahan Oktober, menjadi salah satu pendorong turunnya hujan di area karhutla. Selain itu, perlu dicatat pula turunnya hujan dapat juga merupakan hasil dari kegiatan penyemain awan atau istilah teknisnya modifikasi cuaca hujan buatan. 
 
Dalam hal kegiatan hujan buatan tersebut, BMKG memiliki peranan yang sangat penting, yaitu dengan menyediakan data dan informasi kondisi cuaca yang digunakan sebagai dasar dan syarat penyemaian awan dengan inti kondensasi berupa garam dari pesawat. 

Selain itu, BMKG juga memantau setiap 30 menit atas kondisi atmosfer dan sebaran titik panas skala 10 menit yang merupakan hasil dari satelit Himawari 8, menganalisis data meteorologis, dan memprakirakan kondisi cuaca di wilayah terdampak kebakaran hutan dan lahan sehingga dapat memberikan rekomendasi dalam hal penentuan lokasi potensi pertumbuhan hujan hujan yang akan dijadikan target dalam operasi penyemaian.

Gerhana Bulan Penumbra Siap Menyapa Malam Ini, Catat Jam dan Lokasinya

Data dari jaringan observasi BMKG dan data citra penginderaan jauh (radar cuaca dan data satelit Himawari 8) menjadi kunci utama dalam penyusunan rencana penerbangan untuk operasi penyemaian. 

Teknisnya, pada pagi hari prakirawan BMKG memberikan paparan tentang kondisi atmosfer terkini dan potensi  lokasi tumbuhnya awan hujan secara umum. Prakirawan cuaca secara berkelanjutan terus memantau data observasi dan memantau citra radar dan satelit hingga operasi penyemaian selesai dilakukan. 

Berdasarkan informasi terkini kondisi atmosfer dan prediksi potensi lokasi tumbuhnya awan hujan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT telah melaksanakan  penyemaian awan di Riau, kemudian berlanjut di beberapa wilayah lain seperti Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah.  Hasil pemantauan jumlah hotspot di Sumatera dan Kalimantan selama dilaksanakan Teknologi Modifikasi Cuaca, jumlah hotspot menurun drastis jika sehari sebelumnya terjadi hujan dengan skala luas. Artinya, hujan adalah solusi paling efektif dalam mengurangi bencana kebakaran hutan. 

Demi mendukung Teknologi Modifikasi Cuaca, BMKG juga terus mengembangkan produk informasi baru. Produk terbaru yang dibuat BMKG berkaitan dengan hal tersebut adalah “Peta Potensi Pertumbuhan Awan Hujan”. Peta tersebut menggambarkan sebaran daerah potensi pertumbuhan awan hujan dalam bentuk prosentase yang terbagi menjadi 2 kategori, yaitu potensi tinggi (>70 persen) dan potensi sedang (50-70 persen).

Turunnya hujan juga berimbas pada meningkatnya kualitas udara. Hujan yang turun secara teori akan meluruhkan konsentrasi debu polutan yang mengapung di atmosfer, atau disebut proses rain washing. Saat setelah turun hujan, konsentrasi debu polutan berukuran kurang dari 10 mikron (PM10) dapat turun secara drastis hingga 6-8 kali lipat. Akibat kejadian karhutla, konsentrasi paling timggi PM10 dapat mencapai lebih dari 500 ug/m3 pada jam-jam tertentu. Saat ini secara umum, konsentrasi PM10 berada pada level 50 - 100 ug/m3 terukur di Sampit, Pekanbaru dan Palangkaraya, kategori sedang. Bahkan di Jambi dan Pontianak, kualitas udara saat ini dikategorikan baik pada konsentrasi kurang dari 50 ug/m3.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya