Anggaran Pertahanan Rp131 Triliun Dinilai Kecil, Harusnya Berapa?

Menhan Prabowo Subianto.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Direktur Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran, Muradi mengatakan bahwa anggaran pertahanan di Indonesia belum besar dibanding dengan negara-negara lain. Menurut dia, anggaran pertahanan Indonesia masih di bawah 1 persen dari Gross Domestic Product (GDP)/Produk Domestik Bruto (PDB).

Proyek Kantor Prabowo di IKN Senilai Rp 1,7 Triliun Mulai Dilelang

Adapun anggaran yang didapat Kementerian Pertahanan paling besar dibanding dengan kementerian lainnya. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2020, Kementerian Pertahanan yang dipimpin oleh Prabowo Subianto mendapatkan alokasi dana sebesar Rp131,2 triliun. Namun menurut dia, seharusnya minimal 2 persen dari PDB.

“Ini enggak cukup besarlah. Anggaran pertahanan kita kurang dari 1 persen kok dari GDP. Kalau GDP kita kan minimal 2 persen, itu sekitar Rp250 triliun lah. Kan itu belum sampai ke sana,” kata Muradi saat dihubungi VIVA.

Hari Ke-2 Lebaran, Prabowo Keliling Kunjungi Kerabat: Jokowi, ARB, Dasco, Zulhas hingga Airlangga

Mungkin, kata dia, dana yang dialokasikan untuk pertahanan Indonesia sebesar Rp127,4 triliun itu besar menurut masyarakat. Tapi, sebenarnya jumlah tersebut masih sangat kecil dibandingkan dengan alokasi dana pertahanan negara lain.

“Besar menurut kita, tapi kalau dibandingkan dengan negara lain, kita termasuk masih kecil. Bahkan, dibanding Vietnam sekalipun. Jadi jangan lihat besarannya,” ujarnya.

Prabowo Apresiasi Patung Jenderal Sudirman yang Berdiri di Kementerian Pertahanan Jepang

Kembangkan industri pertahanan dalam negeri

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan bahwa sistem pertahanan Indonesia tak ofensif, tapi defensif. Lalu, bagaimana dengan industri pertahanan di Indonesia?

Muradi mengatakan industri pertahanan itu menyangkut empat hal, pertama harus bisa memenuhi kebutuhan fungsi pertahanan Indonesia. Jadi, TNI AD, TNI AU, TNI AL, kepolisian dan kejaksaan harus menggunakan produk industri pertahanan dalam negeri.

“Kedua menyangkut soal pasar. Industri pertahanan bisa survive kalau punya pasar, nah pasarnya ya di Asia Pasific. Misal, kita bisa menjual medium tank, anoa, bisa menjual C235 dan sebagainya. Dengan cara itu kalau pasarnya ada, ya industri pertahanan kita bisa survive dan bagus ada keuntungan dan sebagainya,” tuturnya.

Ketiga, kata dia, kemampuan menyerap teknologi. Menurut dia, industri pertahanan harus punya inovasi. Misalnya, pengembangan produk-produk baru atau inovasi pada pengembangan produk yang sudah ada.

“Contoh, kita punya produk misalnya SS1 yang dari Pindad, senapan dari Pindad. Itu kemudian bisa dikembangkan sampai SS7. Itu pengembangan yang sudah ada,” kata dia.

Tapi, kata Muradi, kalau pengembangan inovasi produk baru itu membuat kendaraan lapis baja khas Indonesia, seperti model anoa. Nah, itu disesuaikan kondisi struktur dan kontur Indonesia.

Keempat, Muradi mengatakan soal pembiayaan industri pertahanan. Jadi, harus tetap memiliki anggaran yang sifatnya menopang industri pertahanan.

“Karena pengembangan industri pertahanan tidak semata-mata sekadar bisa menjual dan membeli, tapi bisa menguntungkan, jadi kita harus mengembangkan industri pertahanan secara paripurna mau tidak mau,” katanya.

Oleh karena itu, ia mengatakan, yang bisa dilakukan Indonesia adalah tetap menjaga potensi yang dimiliki. Sebab, Indonesia menganut sistem politik luar negara bebas aktif.

“Yang bisa dilakukan Indonesia adalah tetap menjaga potensi yang dimiliki oleh kita, misalnya kalau dia mukul, ya kita lawan. Jadi defensif begitu maknanya,” kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya