Terkuak, Kenapa Musim Hujan Belum Datang dan Suhu Udara Panas Sekali

Ilustrasi suhu panas dan liburan
Sumber :
  • Pexels/Pixabay

VIVA – Beberapa wilayah di Indonesia, sejak Oktober 2019 dilanda musim panas dengan suhu tinggi. Bahkan, suhu panas yang dirasakan masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia, adalah suhu panas tertinggi selama 30 tahun terakhir.

Hujan Sedang hingga Lebat Diperkirakan Guyur Sejumlah Daerah pada Hari Ini

Mengenai peningkatan suhu yang belum pernah terjadi selama tiga dekade terakhir ini, Deputi Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Adi Ripaldi menyatakan, untuk periode 2019 ini, pada Oktober, November suhunya memang lebih panas dari biasanya.
 
"Di Indonesia, bisa dibandingkan selama 30 tahun terakhir. Setidaknya untuk laporan di masyarakat, masyarakat merasakan memang untuk periode 2019 ini, utamanya di Oktober, November, lebih panas dari biasanya," ujar Adi di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat, 29 November 2019.

Umumnya, suhu panas di Indonesia hanya berkisar antara 35-37 derajat Celcius. Namun di tahun ini, laporan menunjukkan suhu rata-rata adalah 39 hingga 40 derajat celcius.

BMKG Sebut Gelombang hingga 2,5 Meter Bakal Terjadi di Perairan Indonesia, Ini Lokasinya

"Di bulan November ini memang terasa temperatur atau suhu udara, sejak Oktober, lebih panas dari biasanya," ujar Adi.

Adi pun menjelaskan, dari hasil temuan, suhu panas ini terjadi akibat pergeseran derajat bumi saat mengorbit matahari. Berkurangnya awan-awan karena kemarau, membuat radiasi matahari lebih tinggi di Indonesia yang berada di daerah tropis.

BMKG Sebut Erupsi Gunung Ruang di Sulut Berpotensi Tsunami: Ada Catatan Sejarahnya

"Ini yang sering kurang dipahami masyarakat. Bahwa justru memang sejak di bulan Oktober ini, jatahnya periode matahari akan berada di wilayah Indonesia," ujar Adi.
    
Karena hal ini pula, Indonesia belum juga mengalami musim hujan, padahal, tahun 2019, satu bulan lagi akan berakhir.

Deputi Klimatologi BMKG Adi Ripaldi pun mengatakan dua fenomena, yaitu 'el nino', juga 'dipole mode', menjadi sebab musim kering terus berlangsung di sebagian besar wilayah di Tanah Air.

"Di tahun ini di semester satu 2019, kita ada el nino walaupun lemah. Bulan Julinya netral. Ada juga gangguan kedua namanya dipole mode," ujar Adi di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta.

Adi menyampaikan, dipole mode, atau anomali suhu permukaan laut di Samudera Hindia, membuat suhu perairan di Indonesia dingin. Kondisi itu berdampak kepada berkurangnya juga pembentukan awan yang membuat intensitas hujan mengecil.

"Laut dingin menyebabkan baliknya angin musim kita juga terlambat," ujar Adi.

Adi juga mengemukakan, dampak serupa terjadi akibat el nino atau anomali angin dan suhu air di belahan timur Samudera Pasifik. Saat ini, baru 16 persen wilayah Indonesia yang mengalami musim hujan dan musim hujan secara merata diperkirakan baru berlangsung mulai Februari dan Maret 2019.

"Dua faktor ini, suhu laut kita yang dingin, dan angin musimnya yang terlambat, yang membuat awal musim hujan kita terlambat," ujar Adi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya