Anies Dinilai Tak Idealis, Ahok Terlalu Reaktif dan Jokowi Bagaimana?

Pertemuan Anies dan Ahok di Balaikota Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA – Politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Rian Ernest bicara soal kelemahan dan karakteristik tiga sosok Gubernur DKI Jakarta mulai dari Joko Widodo (Jokowi), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Anies Baswedan.

Terbuka untuk Bertemu, Anies Sebut Prabowo Bukan Musuh tapi Lawan

Ernest menyampaikan hal itu di acara Deddy Corbuzier yang diunggah ke YouTube dengan judul ‘Antara Anies Baswedan, Ahok, Benci dan Banjir’ pada Rabu, 8 Januari 2020.

Saat Ahok menjadi Gubernur DKI, Ernest merupakan salah satu stafnya. Namun, Ernest juga mengaku sebagai loyalis Anies pada tahun 2011. Saat itu, ia bergabung dengan program Indonesia Mengajar yang digagas Anies.

PKS Berterima Kasih kepada Anies-Cak Imin dan Merasa Bangga Jadi Koalisi Perubahan

Sebagai anak muda atau milenial, tentu memiliki pandangan terhadap karakteristik tiga sosok tersebut. Begini menurut Ernest tentang kelemahan Anies, Ahok dan Jokowi. Sebab, Ernest mengaku belajar dari tiga orang tokoh tersebut.

"Saya bisa belajar dari Pak Ahok, Pak Anies dan belajar dari Pak Jokowi," kata Ernest.

Dianggap Bukan Lagi Kader PDIP, Zulhas: Rumah Pak Jokowi dan Gibran Namanya PAN

Untuk itu, Ernest mengingatkan anak-anak muda, politisi muda semuanya agar bisa belajar dari Anies, Ahok dan Jokowi. Sebab, bisa dilihat mana yang akan berhasil dan ditiru cara baiknya.

"Jadi kita enaknya anak muda bisa belajar, bagusnya Ahok kita serap, bagusnya Anies kita serap kaya kata-katanya top lah," ujarnya.

Anies tidak idealis

Ernest mengaku hormat terhadap Anies karena gagasan yang ditawarkan tentang Indonesia pluralis, Islam yang sejuk, teduh, intelektual yang menjadi representasi seorang intelektual muslim moderat.

"Kerenlah, siapa sih dulu yang tidak cinta Pak Anies? Semua orang suka," kata Ernest.

Menurut dia, Anies hari ini menghalalkan segala cara. Memang mantan menteri pendidikan dan kebudayaan itu orang yang hebat, sebagai seorang akademisi keren, begitu juga juru bicara keren. Tapi untuk menjadi seorang administrator pejabat perlu skill yang lebih mumpuni dari yang sekarang ditawarkan, harus lebih transparan, responsif, tegas, dan teliti.

"Karena Anda kan administrator, Anda harus lihat rincinya, tidak bisa hanya bicara gagasan lalu berharap sistem berjalan," ujarnya.

Ahok terlalu reaktif

Ernest tak memungkiri kalau Anies itu memiliki positif, seperti bisa menukil hati masyarakat atau meredam warga Jakarta yang bisa dibilang cepat panasan. Artinya, bisa menurunkan tensi. Menurut dia, itu skill yang top dan tidak semua orang miliki.

Makanya, Ahok dijadikan salah satu contoh yang tidak memiliki skill menurunkan tensi tersebut. Mungkin, itu memang sudah menjadi karakteristik tersendiri.

"Saya pikir mungkin iya (itu tidak dipunyai Ahok). Maksudnya tanpa ingin mengatakan siapa lebih baik, tetapi secara karakteristik iya saya pikir," katanya.

Menurut dia, Ahok orangnya sangat reaktif dan terlalu cepat. Memang, tidak ada hal lain yang dipoles dari karakteristik Ahok yang reaktif itu. Tapi di luar itu, kata dia, semua bisa dilihat cara bekerja Ahok yang tegas, dan keberanian melawan korupsi patut diapresiasi.

"Tapi kadang-kadang ya itu, reaktif terkadang bisa menimbulkan pertentangan. Enak juga dikapitalisasi lawan politik. Kami mencoba mengingatkan, mencoba menghindarkan, cuma ya begitu beliau," ujarnya.

Baca juga:

Jokowi Diminta Copot Menhan Terkait Natuna, Ini Respons Prabowo

Deretan Fakta Baru dan Mengejutkan Pembunuhan Hakim Jamaluddin

Jokowi Kawal Natuna Jadi Trending, Disebut Orang Sipil Nyali Militer

Jokowi terlalu berhitung

Sementara Ernest menilai Jokowi orangnya terlalu berhitung, makanya terkadang lama. Namun, ia jujur mungkin dengan cara begitu Jokowi ingin output atau hasil yang baik.

"Menjadi bisa meredam musuhnya pelan-pelan," kata Ernest.

Menurut dia, Jokowi pada 2014 itu terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia periode pertama (2014-2019) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dengan dukungan partai politik yang sangat minim.

"Pelan-pelan dia bisa mengatur strategi," ujarnya.

Makanya, kata dia, mungkin karakter yang dimiliki Jokowi berbeda dengan Ahok. Tapi, kerja kedua orang tersebut (Jokowi-Ahok) sangat asyik saling mengisi dan mengimbangi.

"Mereka sangat asyik, gas-rem, kenceng-santai, galak-woles. Di politik perlu saling mengimbangi seperti itu," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya