Massa Berikat Kepala Merah Rusak Musala, Jaringan Gusdurian Bersikap

Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

VIVA – Jaringan Gusdurian angkat bicara mengenai perusakan bangunan Musala Al Hidayah di Perumahan Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Propinsi Sulawesi Utara, pada Rabu, 29 Januari 2020. Bangunan yang dirusak oleh orang-orang dengan ikat kepala merah itu juga merupakan Balai Pertemuan Umum (BPU) masyarakat Muslim Minahasa.

Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Indonesia, Alissa Wahid, menilai kasus perusakan dan pelarangan rumah ibadah bukan hanya kali ini terjadi. Mulai dari pembakaran masjid di Tolikara Papua, pembakaran gereja di Singkil Aceh, pelarangan pendirian gereja di Yogyakarta dan Semarang, pelarangan pendirian Pura di Bekasi, hingga berlarut-larutnya kasus gereja GKI Yasmin di Bogor, Jawa Barat. Keadaan ini memperlihatkan bahwa negara dalam status darurat toleransi.

"Eksklusifisme beragama yang menguat, kurangnya dialog antar pemeluk agama, hingga peraturan negara yang mengekang kebebasan berpendapat menjadi beberapa faktor yang melatari terjadinya berbagai kasus intoleransi berbasis agama. Hal ini tentu disayangkan mengingat negara Indonesia mempunyai konstitusi yang menjunjung tinggi kebebasan beribadah dan beragama," ujar Alissa, Jumat, 31 Januari 2020.

Perusakan musala di Kabupaten Minahasa Utara, Sulut.

Orang-orang dengan ikat kepala merah melakukan perusakan di dalam Musala Al Hidayah.

Alissa menambahkan, Jaringan Gusdurian berpandangan bahwa pada prinsipnya kebebasan beribadah dan berkeyakinan merupakan hak konstitusional warga yang harus dilindungi dan dipenuhi oleh negara. Pemerintah pusat dan daerah. Karena itu perusakan terhadap tempat ibadah harus ditindak secara tegas. Proses hukum seluruh pelaku dan provokatornya.

"Kebhinekaan dan keterbukaan sesungguhnya adalah wawasan nasional yang harus dimiliki oleh setiap pemerintah daerah. Agama-agama dengan segala keragamannya menyebar secara nasional. Tata kelola kehidupan beragama, dengan demikian, haruslah dijalankan dalam kerangka nasional.
Pemerintah daerah perlu selalu melihat dalam kacamata yang lebih besar, bukan hanya kacamata daerahnya saja, dan tidak terjebak pada mayoritarianisme di daerah. Mencegah konflik untuk menjaga kerukunan memang merupakan hal yang sangat penting, namun hal itu tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar konstitusi," kata putri Presiden RI ke 4, KH Abdurrahman Wahid.

Alissa menerangkan, melihat permasalahan yang terjadi itu, Jaringan Gusdurian Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap.

Bantu Penyelenggaraan Pendidikan di Kampus Gusdurian, Ini Pesan Ganjar

"Pertama, mengecam segala bentuk perusakan tempat ibadah atas alasan apapun. Tindakan perusakan tersebut bisa disebut sebagai aksi kriminal sehingga pelaku harus diproses secara hukum," kata Alissa.

Alissa menjabarkan sikap yang kedua, Jaringan Gusdurian meminta kepada aparat kepolisian untuk menindak pelaku perusakan sesuai hukum yang berlaku dan menjamin keamanan agar masyarakat bisa beribadah dengan tenang sesuai dengan agama masing-masing.

Alissa Wahid Ditunjuk Jadi Amirull Hajj Perempuan, Ini Tugasnya

"Ketiga, meminta kepada pemerintah setempat untuk mendinginkan suasana serta memperbaiki bangunan yang telah dirusak. Keempat, meminta kepada pemerintah untuk meninjau ulang SKB 2 Menteri tentang Rumah Ibadah supaya tidak melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan. Perlu dirumuskan aturan yang serta selaras dengan Undang-Undang Dasar dan standar HAM internasional," kata Alissa.

Perusakan musala di Kabupaten Minahasa Utara, Sulut.

Cerita Alissa Wahid: Pelayanan Bandara Soetta Dulu Cuek, Sekarang Ramah 

Polisi melakukan penjagaan di Musala Al Hidayah yang dirusak oleh massa.

Ditambahkan oleh Alissa, poin kelima Jaringan Gusdurian mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan mempercayakan seluruh proses hukum kepada pihak berwajib serta bersikap bijak dalam bermedia sosial dengan tidak menebar umpatan, ujaran kebencian, dan melebih-lebihkan informasi berita, baik karena dugaan yang tidak berdasar atau misinformasi, juga penyelewengan atau disinformasi.

"Keenam, Jaringan Gusdurian mengajak para pemuka agama dan tokoh adat Minahasa untuk terus meneguhkan jati diri orang Minahasa yang memiliki slogan ‘Kitorang Samua Basudara’, kita semua bersaudara. Ketujuh, meminta kepada seluruh penggerak Gusdurian untuk terus merawat toleransi antar umat beragama dengan membangun dialog bersama kelompok lintas iman," kata Alissa.

Baca juga:

Massa Berikat Kepala Merah Rusak Musala, 3 Orang Sudah Tersangka

FPI Desak Polisi Tangkap Massa Berikat Kepala Merah Perusak Musala

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya