Debat Panas Ridwan Saidi dan Dedi Mulyadi soal Kerajaan Galuh

Ridwan Saidi
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Ridwan Saidi dan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi terlibat debat soal Kerajaan Galuh. Dedi bahwa meyakini Kerajaan Galuh di Ciamis itu benar-benar pernah ada. Namun berbeda dengan pandangan sejarawan Ridwan Saidi yang meragukan hal itu.
 
"Prasasti itu bukan hal yang bersifat ujug-ujug sebagai landasan argumentasi yang dibuat," kata Dedi Mulyadi sebagaimana dikutip dari video tvOne.

KNKT Ungkap Penyebab Kecelakaan Grand Max di Km 58 Tol Japek Gegara Sopir Bekerja Melebihi Waktu

Dedi mengatakan bahwa dia bahkan pernah ikut membiayai profesor dan sejarawan Universitas Padjajaran untuk melakukan penelitian di sisa-sisa peninggalan Kerajaan Galuh. Menurut dia, bisa disimpulkan bahwa apa yang ditinggalkan itu otentik peninggalan sejarah Kerajaan Galuh.

"Dari sisi tata bahasa, kalau dalam kamus bahasa Sunda yang saya baca, Galuh bisa diartikan berarti berasal dari kata Galur. Galur itu hati," kata Dedi lagi.

5 Etnis Terbesar di Asia Tenggara, Jawa Menduduki Peringkat Pertama?

Sementara Ridwan dalam kesempatan yang smaa menuturkan bahwa Kerajaan Sunda Pakuan di Bogor ada prasasti Cicatih yang tertulis dari rajanya bernama Sri Jayabupati. Kemudian ada juga prasasti Kebantenan yang berisi power system, meminta untuk menjaga Sunda sembawa, martabat Sunda.

"Itu jelas dalam prasasti Kebantenan. Ini kan (Galuh) enggak ada," kata Ridwan Saidi.

Mengenal Lebih Jauh Anime Black Clover, Ada 4 Kerajaan yang Berbeda

Ridwan melanjutkan ada prasasti yang kuat sekali di Ciamis namun sayangnya kata dia lagi, arkelog tidak dapat menerjemahkannya.

"Itu prasasti Cikapundung, itu abad ke-7. Dia itu ada kaitannya dengan prasasti Kebon Raya Bogor. Kebon Raya Bogor jelas itu ada mengajarkan kepercayaan kepada Tuhan. Tidak ada tentang power system. Prasasti yang jelas ada power system prasasti Cicatih," ujarnya.

Namun sejarawan Ridwan Saidi mengaku sudah meminta maaf atas pernyataannya soal Kerajaan Galuh. Dalam suatu wawancara diketahui bahwa Ridwan menyebut Galuh artinya brutal dan Kerajaan Galuh itu tidak ada di Ciamis.

Ridwan mendasarkan pandangannya itu pada kamus Armenia-English akhir abad ke 19. Tapi jika kutipannya terhadap kamus itu salah, atau tidak mengenakkan, dia berkali-kali sudah meminta maaf lewat media massa.

"Kalau yang saya hidangkan itu membuat ketidakenakan dan gaduh, saya juga minta maaf berkali-kali," katanya dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam di tvOne, Minggu malam, 16 Februari 2020.

Ridwan mengakui bahwa pemikirannya itu masih dalam tataran diskusi yang bisa saja terbantahkan. Ridwan mengatakan seorang profesor dari Australia bernama Lance Castles pernah mengatakan bahwa Betawi adalah keturunan budak sehingga diartikan budak. Namun hal itu bisa dibantah dengan memberi bukti bahwa Betawi artinya gerbang. 

Para orang Betawi kata wan bukannya menjadi marah namun berusaha mendatangkan Lance Castles dalam suatu forum diskusi. Ridwan kemudian mengatakan sangat siap datang untuk berdiskusi soal Kerajaan Galuh. Dia kemudian diundang secara terbuka oleh Ketua Dewan Kebudayaan Ciamis, Yat Rospia Brata agar datang dan berdiskusi bersama mereka.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya