Kisah Pilu Tenaga Medis di Banten, Pemilik Kos Menolak, Pemrov Abai

virus corona
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Tenaga medis yang merawat pasien corona harus terusir dari kontrakannya, setelah pemilik indekosn mengetahui penghuninya merawat pasien COVID-19 di RSUD Banten.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Kisah pilu ini tak hanya diterima oleh tenaga medis yang identitasnya tak ingin disebutkan itu, namun juga beberapa rekan tenaga medis lainnya.

"Saya dan kawan-kawan tidak dapat kos, alasan pemilik kos khawatir ada penularan, setelah tahu kamu bekerja menangani pasien COVID-19," kata seorang tenaga medis yang minta identitasnya disamarkan saat dikonfirmasi sejumlah awak media, Kamis, 26 Maret 2020.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Dia mengaku tidak disediakan tempat tinggal khusus sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan antar jemput tenaga medis, sebagai antisipasi penularan COVID-19. Bahkan yang dijanjikan oleh Pemprov Banten, untuk mengubah pendopo lama Gubernur Banten di Kota Serang pun belum bisa ditempati oleh para tenaga medis.

Ia mengaku galau saat menjalankan tugasnya saat ini, selain berkewajiban mengobati para pasien. Dia pun harus menjaga keluarganya agar tidak tertular COVID-19. Namun apa daya, di akuinya Pemprov Banten kurang menghargai kerja pahlawan medis tersebut.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

"Saya takut menulari keluarga karena harus bolak-balik dengan kendaraan (motor) sendiri dari rumah sakit ke rumah bersama keluarga. Apa boleh buat karena tidak ada tempat khusus buat kami," tuturnya.

Ia mengaku pemerintah belum bisa menerapkan standar keamanan dan kesehatan, untuk mengurangi penularan COVID-19 di Bumi Jawara. Dimana, Wahidin Halim selaku Gubernur Banten, kini lebih banya berdiam diri di rumah dinasnya. Hal ini dinilai mereka sangat berbeda dengan gubernur lainnya yang pro aktif turun ke lapangan.

Ada tenaga medis mengundurkan diri

Terburuk, ada 40 tenaga kebersihan yang mengundurkan diri karena ketakutan tertular COVID-19. Sehingga, selain merawat pasien, tenaga medis pun harus ikut membersihkan rumah sakit.

"Kami tidak meminta fasilitas nyaman, tapi kami minta penuhi saja standar keamanan supaya penularan tidak semakin luas. Sebelum efektif jadi RS COVID-19, ada sekitar 40 orang mundur kerja. Akibatnya kami yang harus membuang sendiri sampah medis dengan APD, bayangkan harus berjalan sampai ke IPAL," ujarnya.

Sedangkan menurut Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) sekaligus juru bicara (Jubir) Gugus Tugas Covid-19 Banten, Ati Pramudji, mengaku memang tidak memberlakukan 14 hari kerja dan 14 hari karantina bagi tenaga medis yang mengobati dan merawat pasien COVID-19 di RSUD Banten.

"Sebelumnya akan dilakukan konsep karantina seluruhnya, artinya 2 minggu tugas jaga, 2 minggu karantina. Akan tetapi, ada mazhab yang menyebutkan bahwa ketika zona sudah dipisahkan yaitu satu zona infeksius dengan zona non infeksius, maka tidak perlu melakukan karantina selama 2 minggu pun itu masih aman. Apalagi selama melaksanakan tugasnya, para tenaga medis mengunakan APD secara lengkap," kata  Ati Pramudji, melalui rilis resminya, Kamis.

Pihaknya pun mengklaim telah mempersiapkan pendopo lama Gubernur Banten sebagai tempat istirahat sekaligus karantina bagi tenaga medis yang bekerja merawat dan mengobati pasien COVID-19 di RSUD Banten.

"Karena ada beberapa petugas yang ingin dikarantina atau tidak pulang ke rumahnya masing-masing, maka pihaknya menyediakan karantina atau ruangan untuk melakukan isolasi sendiri yaitu di Pendopo Lama yang telah dilengkapi tempat tidur, AC dan lain sebagainya," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya