Sekolah Tak Boleh Paksa Belajar Tatap Muka Jika Orangtua Siswa Tak Mau

Pelajar SDN Cipayung menyeberang jalan di jalur Zona Selamat Sekolah (ZOSS) di jalan Tole Iskandar, Depok, Jawa Barat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Kahfie Kamaru

VIVA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, keputusan orangtua menjadi syarat penting perizinan yang harus dipenuhi untuk anaknya bisa sekolah dilakukan secara tatap muka di tengah situasi pandemi wabah Corona COVID-19.

Heboh Uang Jajan Anak Artis, Arie Untung dan Fenita Arie Terapkan Kesederhanaan

Menurut dia, kriteria sekolah melakukan pembelajaran tatap muka yang pertama harus berada di zona hijau atau relatif aman. Kemudian, pemerintah daerah harus memberikan izin atau setuju dan satuan pendidikan (sekolah) juga telah memenuhi semua check list  persiapan belajar tatap muka.

"Ada satu lagi perizinan yang harus dipenuhi yaitu orangtua murid harus setuju untuk anaknya mereka pergi ke sekolah," kata Nadiem seperti disiarkan akun YouTube Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada Senin, 15 Juni 2020.

Bingung Cari Sekolah Terbaik? Wujudkan Masa Depan Cerah Buah Hati di Kinderfield - Highfield School

Oleh karena itu, Nadiem mengatakan sekolah tidak bisa memaksa oran tua yang tidak nyaman untuk anaknya pergi ke sekolah meskipun sekolah tersebut sudah diperbolehkan membuka kegiatan belajar mengajar secara tatap muka. Sebab keputusan orang tua itu bagian terakhir dan penting.

"Untuk sekolah membuka keputusannya ada di kepala sekolah, pemerintah daerah dan kepala sekolah pun harus musyawarah dengan komite sekolah. Tapi masing-masing orang tua masih punya hak untuk menentukan apakah anaknya diperkenankan untuk pergi sekolah, bagi orangtua tidak nyaman diperbolehkan anaknya belajar dari rumah," ujarnya.

Catatan Pencapaian Program Merdeka Belajar dalam Pendidikan di Indonesia

Nadiem mengatakan, untuk sekolah yang sudah memenuhi persyaratan belajar tatap muka dilakukan secara bertahap. Bulan pertama, hanya diperkenankan SMA, SMK, MA, MAK, SMTK, SMAK, Paket C, SMP, MTs dan Paket B paling cepat bulan Juli 2020. "Jadi hanya level lebih menengah," kata dia.

Tahap kedua, kata Nadiem, dilakukan dua bulan setelah tahap I yakni SD, MI, Paket A dan SLB paling cepat September 2020. Tahap ketiga, lanjutnya, dilakukan dua bulan setelah tahap II yaitu PAUD formal (TK, RA, TKLB) dan non formal paling cepat November 2020.

Akan tetapi Nadiem mengingatkan begitu ada penambahan kasus/level risiko daerah naik, satuan pendidikan wajib ditutup kembali dan semua proses ini dimulai lagi dari nol atau balik lagi belajar dari rumah.

"Untuk sekolah berasrama, saat ini masih dilarang buka asrama dan melakukan pembelajaran tatap muka. Masa transisi masih dilarang karena risiko masih rentan lantaran ada asramanya," katanya.

Nadiem menjelaskan, kondisi kelas pendidikan dasar dan menengah, jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 18 peserta didik/kelas (standar 28-36 peserta didik/kelas). Selanjutnya, SLB jaga jarak minimal 1,5 meter dan maksimal 5 peserta didik/kelas (standar 5-8 peserta didik/kelas) dan PAUD: jaga jarak minimal 3 meter dan maksimal 5 peserta didik/kelas (standar 15 peserta didik/kelas).

"Jumlah hari dan jam belajar dengan sistem shifting atau pergiliran rombongan belajar ditentukan oleh masing-masing satuan pendidikan sesuai dengan situasi dan kebutuhan," katanya.

Baca juga: Sadis, Polisi Ditusuk 9 Kali oleh Teman dari Eks Tempat Bertugas
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya