Gaya Hidup Mewah Jaksa Kasus Novel Baswedan Jadi Sorotan

Dua pelaku penyiraman air keras Penyidik KPK Novel Baswedan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abdul Wahab

VIVA – Foto-foto mobil mewah yang dipamerkan salah satu jaksa penuntut umum (JPU) perkara penyiraman air keras yang dialami penyidik senior KPK Novel Baswedan, Fedrik Adhar menjadi perbincangan publik

Polisi Ungkap Dugaan Penyebab Kebakaran Gedung LBH Jakarta

Berdasar Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN) di KPK, Jaksa Fedrik Adhar memiliki total harta kekayaan sebesar Rp5,8 miliar yang dilaporkan terakhir kali pada tahun 2018.

Menanggapi hal itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Asfinawati menilai seorang jaksa yang notabene adalah pegawai negeri tidak sepatutnya memamerkan gaya hidup mewah.

Jaksa Tuntut Sekretaris MA Nonaktif Hasbi Hasan 13 Tahun Penjara, Ini Pertimbangannya

Hal itu kata Asfinawati dianggap bisa melanggar kode etik Kejaksaan dalam Instruksi Jaksa Agung RI Nomor INS-013/J.A/10/1993 Tanggal 28 Oktober 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pola Hidup Sederhana Bagi Aparatur Negara Di Lingkungan Kejaksaan RI dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Selain itu lanjut Asfinawati, jaksa yang memamerkan gaya hidup mewah juga bisa melanggar Undang Undang Nomor 5 Nomor 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan disiplin Pegawai Negeri sebagaimana Surat Edaran MenPanRB Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Gerakan Hidup Sederhana.

Sekretaris MA Nonaktif Hasbi Hasan Bakal Dituntut Hari Ini

"Baik UU, disiplin pegawai negeri, maupun etika, sudah dilanggar semua itu aparat penegak hukum yang hidupnya mewah. Ada surat edaran larangan bergaya hidup mewah juga dari MenpanRB," kata Asfinawati kepada awak media, 16 Juni 2020.

Menurut Asfinawati, besarnya harta kekayaan seorang penyelenggara negara apalagi penegak hukum seperti jaksa juga perlu mendapatkan perhatian dari Kejaksaan sendiri. Pasalnya, tidak masuk akal jika gaji seorang Jaksa mencapai miliaran rupiah.

"Atasan (Kejaksaan) seharusnya melihat kemungkinan adanya indikasi korupsi. Karena dari gajinya tidak mungkin bisa bergaya hidup seperti itu," ujarnya.

Hal aneh lainnya, kata Asfinawati, jaksa tersebut ditunjuk untuk menjadi JPU dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Padahal sudah jelas berdasarkan laporan Komnas HAM terkait kasus Novel itu berkaitan dengan kasus yang ditangani Novel di KPK sehingga bukan pada Kejaksaan.

"Lebih aneh lagi ditunjuk untuk kasus Novel. Jelas temuan lembaga negara misal Komnas HAM penyiraman terkait pekerjaan Novel yaitu KPK," imbuhnya.


Baca juga: Novel soal Penyerangnya: Dibebaskan Saja daripada Mengada-ada
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya